(IslamToday ID) – Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Hakim menilai Sambo terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana bersama-sama istri dan sejumlah bawahannya sehingga mengakibatkan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat meninggal.
Lantas bagaimana pelaksanaan hukuman mati Sambo ini setelah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional disahkan pada 6 Desember 2022, sementara KUHP itu baru berlaku Januari 2026?
Juru Bicara Tim Sosialisasi KUHP Albert Aries mengatakan, bagi terpidana mati yang perkaranya telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah sebelum awal Januari 2026 dan belum dieksekusi, akan diberlakukan ketentuan Pasal 3. Pasal 3 KUHP Nasional memuat asas lex favor reo. Pasal ini menyatakan, jika terjadi perubahan peraturan perundang-undangan setelah perbuatan terjadi, maka diberlakukan aturan baru.
“Diberlakukan peraturan yang baru, kecuali peraturan yang lama ‘menguntungkan’ bagi pelaku,” kata Albert dilutip dari Kompascom, Senin (13/2/2023).
Adapun Sambo saat ini masih bisa melakukan upaya hukum. Ia bisa mengajukan banding atas vonis hakim PN Jaksel ke Pengadilan Tinggi dan kasasi ke Mahkamah Agung.
Albert menuturkan, penerapan ketentuan ini merupakan jalan tengah bagi kelompok yang kontra (abolisionis) dan pro (retentionis) terhadap hukuman mati. Ketentuan tersebut berdasar pada paradigma pidana mati dalam KUHP nasional sebagai pidana yang bersifat khusus dan selalu diancamkan secara alternatif.
Menurut Albert, pemerintah akan menerapkan ketentuan “transisi” bagi terpidana mati yang belum dieksekusi saat KUHP Nasional berlaku. Ketentuan transisi itu diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP) yang menghitung masa tunggu yang telah dijalani.
“Juga assesment yang dipergunakan untuk menilai adanya perubahan sikap dan perbuatan terpuji dari terpidana mati tersebut,” ujar Albert.
Akademisi Fakultas Hukum, Universitas Trisakti itu meminta pemberlakuan ketentuan ini tidak dimaknai bahwa pelaksanaan hukuman mati dihapus. Sebab, narapidana hukuman mati tersebut masih harus menjalani masa percobaan selama 10 tahun dan melalui assessment.
Lebih lanjut, Albert menjelaskan bahwa pemberlakuan KUHP Nasional membuka peluang bagi terpidana mati untuk mengajukan grasi ke presiden.
“Jikalau permohonan grasi (pengampunan yang diberikan presiden kepada terpidana) terpidana mati itu ditolak dan pelaksanaan eksekusinya belum juga dilaksanakan dalam waktu 10 tahun, maka dengan keputusan presiden, pidana mati tersebut dapat menjadi seumur hidup,” tuturnya.
Ketentuan Pidana Mati dalam KUHP Baru
Adapun hukuman mati dalam KUHP Nasional diatur dalam Pasal 100 Ayat (1) yang menyatakan, hakim bisa menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan 10 tahun dengan mempertimbangkan tiga hal.
Beberapa yang dipertimbangkan itu adalah rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri, peran terdakwa dalam tindak pidana, atau alasan yang meringankan. Artinya, KUHP baru mengatur bahwa terpidana hukuman mati tidak bisa langsung dieksekusi. Mereka memiliki hak untuk menjalani masa percobaan selama 10 tahun.
“Pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dicantumkan dalam putusan pengadilan,” sebagaimana dikutip dari KUHP Nasional.
Pasal 100 ini juga menyatakan bahwa masa percobaan dimulai 1 hari setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Jika selama menjalani masa percobaan terpidana menunjukkan sikap terpuji, maka pidana mati bisa diubah menjadi hukuman seumur hidup dengan Keputusan Presiden (Keppres) setelah mendapatkan pertimbangan dari Mahkamah Agung (MA).
Kemudian, jika selama menjalani masa percobaan itu terpidana tidak menunjukkan sikap dan perbuatan terpuji serta tidak ada harapan untuk diperbaiki, maka ia akan dieksekusi.
“Pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung,” sebagaimana dikutip dari Ayat (5) Pasal 100 tersebut.
Lebih lanjut, Pasal 101 KUHP Nasional menyatakan, jika permohonan grasi terpidana mati ditolak presiden, dan pidana mati tidak dilaksanakan selama 10 tahun sejak grasi ditolak bukan karena terpidana melarikan diri, pidana mati bisa diubah menjadi pidana seumur hidup dengan Keputusan Presiden.