(IslamToday ID) – Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas turut bersuara perihal adanya pemerintah daerah (Pemda) yang tidak memberikan izin salat Idul Fitri di lapangan pada Jumat, 21 April 2023.
Seperti diketahui, beberapa Pemda yang tak memberikan izin pelaksanaan salat Idul Fitri 21 April itu adalah di Kota Sukabumi (Jawa Barat) dan Kota Pekalongan (Jawa Tengah).
Walikota Pekalongan Afzan Arslan Djunaid berdalih tak memberi izin penggunaan Lapangan Mataram itu karena pihaknya masih menunggu pengumuman dari pemerintah pusat mengenai tanggal hari raya Idul Fitri 1444 H di Indonesia.
Serupa pula dalih yang digunakan Walikota Sukabumi Achmad Fahmi untuk tak mengizinkan warga Muhammadiyah menggunakan Lapangan Merdeka sebagai tempat salat Idul Fitri pada Jumat, 21 April mendatang.
Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) baru akan melakukan sidang isbat hasil pengamatan posisi bulan (rukyatul hilal) pada 20 April 2023 untuk menentukan 1 Syawal 1444 H. Sementara itu, Muhammadiyah diketahui telah menetapkan jauh hari lewat perhitungan pergerakan bulan (hisab hakiki) bahwa Idul Fitri 1444 H jatuh pada 21 April 2023.
Anwar menilai pemerintah telah melakukan pelanggaran UUD 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2 terkait penolakan izin pelaksanaan salat Idul Fitri di lapangan. Menurutnya, aparat pemerintah di semua lini seharusnya bijak dengan bersikap netral terhadap umat yang menunaikan kegiatan keagamaan yang dijamin UUD 1945 itu.
Oleh karena itu, ia meminta pemerintah mesti bijaksana dengan umat Islam untuk menggunakan masjid dan tanah lapang yang dimiliki negara untuk dipakai salat Idul Fitri, baik pada Jumat, 21 April maupun yang menunggu hasil sidang isbat Kemenag pada 20 April nanti.
“Demikianlah seharusnya sikap pemerintah, tetapi tampaknya pemerintah tidak melakukan itu, tapi pemerintah telah melakukan rezimintasi pemahaman dan sikap keagamaan sekelompok umat dan mengabaikan yang lainnya. Sehingga banyak bupati, walikota dan gubernur takut memberi izin pemakaian masjid dan tanah lapang yang dimiliki oleh negara untuk dipakai sebagai tempat salat Idul Fitri bagi yang mempergunakan hisab dan membolehkan pemakaiannya untuk orang yang akan salat Idul Fitri berdasarkan rukyah,” ujar Anwar, Senin (17/4/2023).
“Sikap pemerintah yang seperti ini tentu tidak baik, karena selain telah melanggar konstitusi ia juga telah ikut memecah belah umat. Hal itu tentu tidak kita harapkan,” sambungnya dikutip dari CNN Indonesia.
Pria yang juga Wakil Ketua Umum MUI itu menilai posisi pemerintah seharusnya bukan mendukung satu metode perhitungan dan tidak mendukung metode yang lain. Jika melakukan hal tersebut, pemerintah disebutnya telah menentang konstitusi dan Al-Quran.
“Coba kalau yang jadi menteri agamanya penganut metode hisab dan tidak mau mempergunakan rukyah, ramai enggak kira-kira ya. Ya pasti ramai. Oleh karena itu, pemerintah jangan mengisbatkan satu pendapat tapi mengisbatkan atau menetapkan tahun ini sama atau tidak. Kalau sama diberi tahu sama dan kalau tidak sama diberi tahu tidak sama,” ujar Anwar .
Ia menjelaskan ada dua metode perhitungan pelaksanaan Idul Fitri yakni hisab dan rukyah. Menurut Anwar, ada kemungkinan besar perbedaan waktu pelaksanaan Idul Fitri tahun ini dari hasil hitungan hisab dan hasil rukyah. Karenanya, pemerintah diharapkan menjamin pelaksanaan salat berjalan lancar tanpa ikut menentukan hasil mana yang akan dipakai.
Apabila setelah dilaksanakannya sidang Isbat dan benar terjadi perbedaan waktu pelaksanaan, kata Anwar, maka pemerintah mestinya cukup mengabarkan saja.
“Bolehkah pemerintah memfasilitasi umat untuk menentukan kapan Idul Fitri dan Idul Adha? Ya boleh-boleh saja. Tapi, kalau terjadi perbedaan antara yang mempergunakan hisab dengan yang mempergunakan rukyah, maka sikap pemerintah jangan ikut-ikutan berpihak kepada salah satunya,” kata Anwar.
“Tugas pemerintah cukup hanya memberi tahu bahwa tahun ini umat Islam lebaran Idul Fitrinya tidak sama karena yang mempergunakan hisab hasil hitung-hitungan mereka tanggal 1 Syawal jatuh pada hari Jumat tanggal 21 April, jadi mereka akan salat Idul Fitri di hari dan tanggal tersebut. Sementara yang memakai rukyah akan berlebaran hari Sabtu tanggal 22 April,” lanjutnya.
Anwar kembali menekankan bahwa sikap Pemkot Pekalongan, Jawa Tengah tidak tepat karena hanya mengizinkan penggunaan fasilitas untuk kelompok tertentu yang berlebaran sesuai dengan pemerintah.
“Yang jelas sikap Walikota Pekalongan benar-benar tidak tepat, di mana beliau menidakbolehkan satu lokasi untuk dipakai oleh orang yang salat Id-nya hari Jumat. Tempat itu hanya boleh yang untuk hari Sabtu sesuai dengan ketetapan pemerintah,” pungkasnya. [wip]