(IslamToday ID) – Direktur Pusat Studi Konsitusi (Pusako) Feri Amsari mengatakan, tuduhan bahwa partai politik didanai uang hasil kejahatan menjadi beralasan jika kader mereka di DPR RI menolak membahas Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset. Menurut Feri, partai politik seharusnya menghindari tudingan tersebut jika memang dianggap sebagai organisasi politik yang bersih.
Sebagai konsekuensinya, mereka tentu harus membahas RUU Perampasan Aset, bermain politik bersih, dan menjalankan pemerintahan yang bersih setelah terpilih.
“Jika kemudian partai-partai menolak, tentu tuduhan itu jadi beralasan untuk melihat bahwa ada permainan kejahatan dalam politik kita yang mendanai partai-partai,” ujar Feri dikutip dari KompasCom, Senin (17/4/2023).
Feri mengatakan, partai politik yang menggunakan dana hasil kejahatan untuk melanggengkan kekuasaan mereka tentu berpikir sangat keras untuk menerima gagasan perampasan aset. Saat menjelang Pemilu, misalnya, mereka merasa takut karena keberadaan UU Perampasan Aset bisa merampas uang hasil kejahatan yang dicuci dalam aktivitas Pemilu.
“Bukan tidak mungkin berbagai hasil kejahatan yang dicuci dalam uang kepemiluan itu bisa dirampas dengan UU ini,” tutur Feri.
Selain itu, kata Feri, kehadiran UU Perampasan aset akan sangat ditolak oleh banyak pihak yang menolak hukuman pemiskinan koruptor.
Padahal, pemiskinan koruptor melalui merampas aset mereka yang bersumber dari tindak kejahatan dan dikembalikan kepada negara merupakan hukuman paling efektif. Hal ini juga berlaku untuk predicate crime atau pidana pokok dari tindak pidana pencucian uang lain (TPPU).
“Ada 26 jenis lebih kejahatan pencucian uang yang akan berelasi dengan UU Perampasan Aset,” kata Feri.
Sebelumnya, pemerintah telah berulang kali mendorong pembahasan UU Perampasan Aset di DPR RI. Terbaru, dorongan tersebut bahkan disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo.
“Kita terus mendorong agar RUU Perampasan Aset segera diselesaikan, penting sekali UU ini,” ujar Jokowi saat memberikan keterangan pers di Depok, Jawa Barat.
Sementara itu, DPR RI justru tampak ogah, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto mengatakan pencegahan korupsi tidak bisa diselesaikan dengan membuat undang-undang.
Ia juga mengatakan, PDI Perjuangan (PDI-P) perlu melihat apakah secara substansi RUU Perampasan Aset layak diperjuangkan.
“Secara substantif kan kita harus melihat dulu, karena mencegah korupsi itu tidak selesai dengan pembuatan undang-undang,” ujar Hasto saat ditemui di Sekolah Partai PDI-P, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Sabtu (15/4/2023).
Beberapa waktu sebelumnya, Ketua Humas Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Natsir Kongah mengungkapkan terdapat dana Rp 45 triliun yang terindikasi TPPU. Sebagian uang itu diduga mengalir ke beberapa politikus dan digunakan untuk membiaya pemenangan pada Pemilu 2019 dan 2024.
“Dari total indikasi tindak pidana pencucian uang di kejahatan green financial itu ada Rp 45 triliun. Di mana di antaranya mengalir kepada politikus,” kata Natsir dalam acara Satu Meja The Forum, Jumat (17/3/2023).
“(Digunakan) pada periode sebelumnya, Pemilu 2019. Itu diduga juga untuk persiapan pemilu selanjutnya,” tuturnya.