(IslamToday ID) – Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko akhirnya muncul ke publik terkait dengan upaya peninjauan kembali (PK) yang dilayangkannya ke Mahkamah Agung (MA) dalam sengketa kepengurusan Partai Demokrat. Ia menegaskan tak ada yang salah dengan upayanya itu. Ia juga mempertanyakan sikap banyak pihak yang mempersoalkan upaya PK yang diajukannya itu.
“Pertanyaan saya, apa salah? Masalahnya di mana? Ya sudah, kenapa ribut?” kata Moeldoko dalam program “Gaspol! Kompas.com” dikutip Sabtu (24/6/2023).
Ia menyatakan, langkahnya mengajukan PK semestinya tidak perlu dipersoalkan karena merupakan hak setiap warga negara. “Kecuali kalau salah, melanggar konstitusi, ya tidak boleh. Pertanyaan saya, apa salahnya?” ujar Moeldoko.
Mantan Panglima TNI ini juga menegaskan bahwa PK yang ia ajukan bukan kepentingan pribadinya, melainkan kemauan kader-kader Demokrat kubu Kongres Luar Biasa (KLB) 2021.
“Jangan salah, itu bukan urusan saya, Meoldoko lho, itu urusan teman-teman semuanya yang berada di belakang KLB itu yang menjalankan itu, bukan saja Moeldoko. Hak konstitusi mereka semua harus dihormati,” jelasnya.
Moeldoko pun tidak mau berkomentar ketika ditanya soal optimismenya bahwa PK kali ini bakal diterima oleh MA setelah sebelumnya berkali-kali kandas. Ia menyerahkan keputusan mengenai sengketa kepengurusan Partai Demokrat kepada para hakim agung.
“Bukan optimisme bukan pesimisme, karena sebagai warga negara yang memahami atas hak dan kewajiban di depan hukum, serahkan saja sepenuhnya kepada MA. Kenapa harus ribut?” ujar Moeldoko.
Ia kemudian menyinggung mantan Presiden SBY yang notabene adalah bekas atasannya yang juga pendiri Partai Demokrat. Ia menegaskan sengketa kepenguruan Partai Demokrat adalah isu politik, bukan urusan antara seorang atasan dan bawahan.
Seperti diketahui, karier militer Moeldoko mencapai puncaknya di era pemerintahan SBY yang menunjuknya sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat dan Panglima TNI.
“Ini urusan politik, ini bukan urusan atasan bawahan,” kata Moeldoko.
Dalam kesempatan ini, Moeldoko pun berbicara soal rasa hormat atau respek dan loyalitas terhadap atasan. Ia mengklaim, dirinya tetap hormat kepada semua orang yang pernah menjadi atasannya. “Saya respect dengan siapa pun, tapi loyalty kepada siapa yang saat itu (menjadi atasan),” ujarnya.
Moeldoko pun membantah tudingan yang menyebut bahwa langkahnya “merebut” Partai Demokrat merupakan instruksi Presiden Jokowi. Ia mengatakan, Jokowi justru tidak tahu menahu mengenai manuver politiknya ini.
“Urusan pribadi dan urusan kedinasan kan berbeda, itu urusan politik, itu urusan pribadi saya. Siapa yang melarang? Enggak ada yang melarang,” katanya.
Pada 3 Maret 2023, kubu Moeldoko mengajukan PK ke MA atas putusan sengketa kepengurusan Partai Demokrat. Moeldoko yang diwakili oleh tim kuasa hukumnya dari Hasan and Associates pun mengajukan empat bukti baru (novum) dalam PK tersebut.
Dilansir dari dokumen PK yang sudah dikonfirmasi pihak Moeldoko pada Sabtu (8/4/2023), novum pertama yang diajukan yakni dokumen-dokumen berupa berita acara massa terkait pemberitaan, bahwa AD/ART Partai Demokrat tahun 2020 merupakan AD/ART abal-abal karena dilahirkan dan dikarang di luar Kongres V, tanpa persetujuan anggota partai dan tidak disahkan dalam kongres, bertentangan dengan UU Partai Politik dan AD/ART Partai Demokrat.
Novum kedua yaitu surat berupa Keputusan Sidang Kongres Luar Biasa Partai Demokrat 2021 No 06/KLB-PD/III/2021 tentang Penjelasan Tentang Perubahan dan Perbaikan AD/ART Partai Demokrat, tertanggal 5 Maret 2021, yang pada pokoknya memutuskan antara lain: Pertama, membatalkan AD/ART Partai Demokrat Tahun 2020. Kedua, AD/ART Partai Demokrat kembali pada AD/ART hasil Kongres Bali 2005 dengan penyesuaian terhadap UU No 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU No 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.
Novum ketiga adalah surat berupa keputusan sidang Kongres Luar Biasa Partai Demokrat 2021 No 08/KLB-PD/III/2021 tentang Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum DPP Partai Demokrat periode 2020-2021 yang pada pokoknya menetapkan DPP Partai Demokrat periode 2020-2021 dinyatakan demisioner.
Novum keempat, yaitu dokumen-dokumen berupa berita media massa terkait pertemuan Dirjen Administrasi Hukum Kemenhumham Cahyo R Muzhar dengan AHY yang merupakan bukti nyata keberpihakan termohon PK I (Menkumham) kepada termohon PK II intervensi (AHY) sebagai bentuk pelanggaran terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. [wip]