(IslamToday ID) – Kapolda Papua Irjen Pol Mathius Fakhiri menegaskan semua permintaan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) bisa dipenuhi agar pilot Susi Air Philip Mark Mehrtens dibebaskan. Namun, ada dua hal yang tidak bisa dipenuhi oleh Polda yaitu senjata dan merdeka.
Penegasan Kapolda itu untuk menjawab ancaman dari KKB yang akan menembak pilot Susi Air tersebut pada tanggal 1 Juli 2023. “Tidak mungkin kami mengabulkan kedua permintaan itu,” tegasnya, Jumat (30/6/2023).
“Namun untuk uang yang juga diminta akan disiapkan dan diserahkan kepada Egianus Kogoya, asal sandera yang berkebangsaan Selandia Baru itu dibebaskan dan diserahkan ke aparat keamanan,” sambung Kapolda dikutip dari RMOL.
Proses negosiasi masih terus dilakukan Polda Papua dengan berbagai pihak. Termasuk dengan keluarga Egianus Kogoya.
Di satu sisi, ia berharap kelompok penyandera tidak melakukan aksi nekad dengan menembak pilot asal Selandia Baru tersebut. “Kami berharap Egianus tidak melakukan ancamannya, yakni menembak pilot Susi Air tanggal 1 Juli mendatang,” pungkas Kapolda.
Sementara itu, Direktur Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai ancaman tembak mati terhadap pilot Susi Air oleh KKB itu adalah bentuk perang psikologis. Menurutnya, dalam sebuah operasi, peperangan psikologis selalu bertujuan untuk membangkitkan reaksi psikologis terencana pada sasaran.
Selain itu, penyandera ingin menghancurkan moral melalui serangkaian taktik yang bertujuan untuk menekan kondisi psikologis pihak lawan. “Nah setiap operasi, selalu akan berpeluang diimbangi oleh kontra-operasi dari pihak sebaliknya,” kata Khairul.
Ia mengatakan sebuah inisiatif operasi bisa berasal dari kedua belah pihak. Ia mengingatkan pemerintah tidak bisa tergesa-gesa membuat kesimpulan. Sebab, bisa saja beredarnya video ancaman itu merupakan bentuk operasi atau kontra-operasi psikologis yang berasal dari pihak kelompok bersenjata.
Ia berpandangan video itu diedarkan untuk memancing reaksi emosional pemirsa domestik maupun internasional. Dengan demikian, tekanan dan desakan kepada pemerintah Indonesia meningkat.
“(Targetnya) Agar sesegera mungkin mengupayakan pembebasan dengan sebisa mungkin mengakomodasi tuntutan mereka agar risiko dapat diminimalisir,” jelas Khairul.
Baginya, bisa jadi video ancaman sengaja diedarkan bagian reaksi psikologis yang hadir sebagai dampak operasi psikologis yang dilakukan pemerintah. Artinya, jelas Khairul, rangkaian kombinasi langkah yang ditempuh pemerintah baik yang dilakukan secara senyap, dan narasi-narasi persuasif yang dilakukan telah berhasil menghadirkan persepsi ketidakpastian berlarut.
“Dan menghabiskan kesabaran sehingga direaksi dengan peningkatan ancaman dan tenggat waktu. Saya melihat kecenderungan ini lebih kuat,” pungkas Khairul. [wip]