(IslamToday ID) – Menteri Investasi/Kepala Kepala BKPM Bahlil Lahadalia meminta lembaga Dana Moneter Internasional atau IMF untuk tidak ikut campur dalam kebijakan Indonesia terkait hilirisasi.
Bahlil menegaskan hanya pemerintah Indonesia dan rakyatnya yang tahu ke mana negara ini diarahkan, bukan IMF. Ia bahkan meminta IMF untuk mengurusi negara-negara yang “sakit”.
“Kalau pikiran mereka baik, cocok untuk negara Indonesia, kita pakai. Tapi kalau pikiran mereka nggak cocok untuk Indonesia ya sorry. Jangan urus rumah tangga orang. Jadi tolong sampaikan kepada mereka, urus saja negara-negara yang kondisi ekonominya lagi sakit,” tegas Bahlil dikutip dari DetikCom, Jumat (14/7/2023).
Menurutnya, perekonomian Indonesia sudah bagus meski tanpa rekomendasi IMF. Bahkan ekonomi Indonesia menjadi salah satu yang terbaik di antara negara G20 dengan pertumbuhan di atas 5 persen.
Ia juga menyinggung langkah Eropa yang menggugat program hilirisasi Indonesia ke WTO. Namun hiliriasi tetap berjalan dan Indonesia terus melakukan perlawanan.
“Kita membangun hilirisasi, kita dihadang oleh WTO. Tapi kita jalan terus. Karena kita ini, tujuan negara ini kita yang tahu, bukan mereka. Kalau mereka mengarahkan kita, dia ada something. Emang kita merdeka ini hasil pemberian?” kata Bahlil.
“Silakan saja kalau mereka (IMF) lawan, negara kita sudah merdeka kok. Saya mengatakan kepada mereka, jangan campur aduk dan jangan campur-campur urusan negara kami,” lanjutnya.
Mantan Ketua Umum HIPMI ini juga buka-bukaan jika dirinya tidak setuju dengan sejumlah rekomendasi IMF. Lembaga tersebut dinilai merusak investasi dalam negeri, termasuk menyebabkan deindustrialisasi saat krisis ekonomi 1998. Padahal kontribusi di sektor industri saat itu cukup tinggi.
“Justru jantung pertahanan ekonomi kita sekarang itu investasi. Makanya itu saya agak tidak setuju dengan IMF itu. Ngomongnya itu merusak investasi kita, deindustrialisasi itu adalah rekomendasi IMF saat krisis ekonomi 1998,” terangnya.
Adapun rekomendasi IMF saat itu adalah meminta tidak melakukan ekspansi di sektor industri. Hal ini mengakibatkan sejumlah industri strategis tutup, salah satunya adalah PT Dirgantara Indonesia. [wip]