(IslamToday ID) – Cukup mengejutkan. Laporan data perusahaan teknologi kualitas udara Swiss IQAir menunjukan ibukota Indonesia, Jakarta menduduki puncak daftar sebagai kota dengan udara paling tercemar di dunia pada Kamis (10/8/2023).
Jakarta secara konsisten menempati peringkat di antara 10 kota paling tercemar secara global sejak Mei 2023. Menurut IQAir, kota berpenduduk lebih dari 10 juta jiwa ini mencatat tingkat polusi udara yang tidak sehat hampir setiap hari.
Peringkat Jakarta pada Kamis lebih tinggi dari Beijing di China yang selama ini kerap memuncaki klasemen kota dengan polusi udara terburuk. Penduduk Jakarta telah lama mengeluhkan udara tidak sehat dari lalu lintas yang kronis, asap industri, dan pembangkit listrik tenaga batubara.
Berdasarkan situs pemantau kualitas udara IQAir pada Kamis (10/8/2023) pukul 07.00 WIB, kualitas udara di Jakarta dikategorikan sebagai tidak sehat. Indeks kualitas udara (AQI) Jakarta berada di angka 161, dengan konsentrasi partikulat (PM2.5) 74 mikrogram per meter kubik atau 14 kali lipat dari standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Angka setinggi itu sudah tercatat pada pagi hari, yang artinya bisa lebih parah pada siang hari saat pergerakan warga lebih sibuk.
PM2.5 merupakan partikel yang ditemukan di udara, termasuk debu, jelaga, kotoran, asap, dan tetesan cairan. Partikel berukuran diameter 2,5 mikron atau kurang itu dianggap sebagai ancaman kesehatan terbesar. Karena ukurannya yang kecil, PM2.5 dapat tetap melayang di udara untuk waktu yang lama.
Ukuran mikroskopis PM 2.5 meningkatkan potensinya untuk bersarang jauh ke dalam saluran pernapasan, juga mampu memasuki sistem peredaran darah, bahkan otak. Gejala jangka pendek dari paparan partikulat tingkat tinggi termasuk iritasi tenggorokan dan saluran pernapasan, batuk, dan kesulitan bernapas.
Beberapa dari warga meluncurkan dan memenangkan gugatan perdata pada 2021 yang menuntut pemerintah mengambil tindakan untuk mengendalikan polusi udara. Pengadilan pada saat itu memutuskan Presiden Jokowi harus menetapkan standar kualitas udara nasional untuk melindungi kesehatan manusia.
Sedangkan Menteri Kesehatan serta Gubernur Jakarta disebut harus menyusun strategi untuk mengendalikan polusi udara.
Tapi, salah satu pendiri aplikasi kualitas udara Napas Indonesia Nathan Roestandy mengatakan, tingkat polusi terus memburuk. “Kita menghirup lebih dari 20.000 napas sehari. Jika kita menghirup udara tercemar setiap hari, (dapat menyebabkan) penyakit pernapasan dan paru-paru, bahkan asma. Ini dapat mempengaruhi perkembangan kognitif anak atau bahkan kesehatan mental,” ujarnya dikutip dari Republika.
Ketua Bidang Penanggulangan Penyakit Menular Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dan Guru Besar Bidang Pulmonologi dan Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) Prof Dr dr Agus Dwi Susanto mengungkapkan, perlunya menerapkan early warning system atau sistem peringatan dini kepada masyarakat.
Saat ini, ia bersama teman-temannya di LSM yang terkait dengan polusi udara sedang berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan.
“Banyak negara yang sudah melakukan uji coba, termasuk Jepang dan Thailand. Konsep ini dilakukan secara kolaboratif ketika kualitas udara buruk dan ada sistem yang harus memberitahukan ke masyarakat,” kata Agus, Selasa (8/8/2023).
Sistem tersebut bisa dilakukan dengan berbagai upaya. Misalnya, pemberitahuan melalui media daring, langsung kepada masyarakat dengan kendaraan atau sirine yang berbunyi. Setelah itu diterapkan, langkah selanjutnya adalah masyarakat perlu diberitahukan agar tidak keluar rumah hingga kualitas udara membaik.
Bisa juga dengan mengingatkan agar selalu memakai masker saat akan beraktivitas di luar atau jika ada gejala yang muncul karena polusi bisa segera ke tempat yang dianjurkan.
“Sistem seperti ini harus berjalan. Kalau dilakukan secara terus menerus, masyarakat bisa diberikan edukasi dan pemahaman sehingga risiko kesehatan yang muncul akan turun,” ujarnya.
Agus membandingkannya dengan gerakan 5M (mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas). Upaya itu dianggap efektif dalam menurunkan kasus Covid-19.
Begitu juga dengan sistem peringatan dini yang dinilai secara teori dapat menurunkan sumber polutan. Namun, untuk mewujudkannya memang diperlukan riset bersama dan kolaborasi dengan banyak pihak.
“Sumber polusi kita tiga paling besar berasal dari industri, transportasi, dan rumah atau domestik produk. Tiga ini harus dikendalikan supaya kualitas udara bagus,” ucapnya.
Pindah Ibukota
Presiden Jokowi sebelumnya telah memberikan tanggapannya soal kualitas udara di Jabodetabek yang tidak sehat. Menurut Jokowi, polusi udara di Jabodetabek ini telah terjadi selama bertahun-tahun.
“Ya polusi itu tidak hanya hari ini, sudah bertahun-tahun kita alami di Ibukota DKI Jakarta ini, bertahun-tahun kita alami,” kata Jokowi, Senin (7/8/2023).
Menurutnya, salah satu upaya untuk mengatasi polusi udara di Jabodetabek yang terus menerus terjadi yakni dengan memindahkan ibukota ke Nusantara di Kalimantan Timur. Sehingga beban kendaraan di Jakarta pun bisa berkurang. “Dan salah satu solusinya adalah mengurangi beban Jakarta, sehingga sebagian nanti digeser ke Ibukota Nusantara,” ujarnya.
Selain itu, Jokowi juga mendorong penggunaan transportasi massal seperti MRT, LRT, dan kereta cepat, termasuk juga kendaraan listrik. Ia yakin penggunaan transportasi massal secara masif dan juga kendaraan listrik bisa mengurangi polusi udara yang terjadi.
“Tapi juga moda transportasi massal itu harus, MRT itu harus segera selesai di semua rute, LRT untuk semua rute selesai, kereta cepat itu moda-moda transportasi yang mengurangi, akan mengurangi polusi termasuk nantinya pemakaian mobil listrik, kenapa kita berikan dorongan karena itu,” jelasnya.
Seperti diketahui, kualitas udara yang memburuk di Jabodetabek hari ini mendapat perhatian masyarakat, khususnya melalui media sosial twitter. Dikutip dari @nafasidn, disebutkan bahwa kualitas udara di Jabodetabek mayoritas masuk kategori tidak sehat.
Selain di Jabodetabek, sejumlah kota besar lainnya seperti Surabaya, Bandung, dan Semarang juga mengalami kualitas udara yang buruk. [wip]