(Islam Today ID) – Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) segera menempuh langkah lanjutan terkait hasil analisis temuan uang sebesar Rp1 triliun dari hasil tindak pidana kejahatan lingkungan yang mengalir ke parpol.
“Kejahatan lingkungan itu kejahatan luar biasa karena efeknya yang luar biasa pada kemanusiaan. Karenanya, saya minta PPATK segera menyerahkan hasil analisis lembaganya pada penegak hukum agar bisa segera ditindaklanjuti,” kata Sahroni, Senin (14/8/2023).
Sahroni mengingatkan, menjelang pemilu memang aliran dana yang berasal dari sumber-sumber haram akan banyak muncul. Karenanya, ia meminta PPATK meningkatkan kerjasama dengan pihak-pihak penegak hukum demi meningkatkan pengawasan.
“Saya tidak mau duit haram dari kerusakan lingkungan mengalir ke proses demokrasi kita,” imbuh Syahroni.
“PPATK sudah baik bekerja sama dengan KPU dan Bawaslu dalam hal ini. Namun, perlu juga ditingkatkan koordinasi dengan penegak hukum dari KPK, polisi, hingga kejaksaan, agar aliran dana haram ini tidak hanya ditelusuri, tapi juga dicegah penyalurannya,” lanjutnya dikutip dari Antara.
Sebelumnya, PPATK telah mengungkapkan bahwa sejumlah dana senilai Rp 1 triliun telah mengalir ke partai politik sebagai hasil dari tindak pidana kejahatan lingkungan.
Ivan Yustiavandana, Kepala PPATK, mengungkapkan bahwa temuan ini telah disampaikan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) beberapa waktu yang lalu.
“Dalam sebuah penyajian di Forum Diskusi Sentra Gakkumdu ‘Wujudkan Pemilu Bersih’ di Surabaya, Jawa Timur, pada Selasa (8/7/2023), Ivan menjelaskan bahwa salah satu temuan penting PPATK adalah adanya aliran dana senilai Rp 1 Triliun dari kejahatan lingkungan yang masuk ke partai politik,” kata Ivan.
Dalam laporannya, Ivan mengklaim bahwa berdasarkan hasil penyelidikan PPATK, tidak ada peserta Pemilu yang dapat dianggap bebas dari keterlibatan dalam kejahatan tersebut.
“Karena PPATK sekarang sedang fokus pada green financial crime, ini yang ramai. Lalu apa yang terjadi? Nah kita menemukan kok sepertinya tidak ada rekening dari para peserta kontestasi politik yang tidak terpapar,” kata Ivan.
Lebih lanjut, Ivan menjelaskan bahwa PPATK telah mengidentifikasi adanya risiko terhadap tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam penggunaan dana kampanye di beberapa provinsi. Paling tinggi risikonya terdeteksi di Provinsi Jawa Timur.
“Kami telah mengidentifikasi tujuh provinsi utama dengan tingkat risiko TPPU tertinggi dalam penggunaan dana kampanye, yaitu Jawa Timur (9), DKI Jakarta (8,90), Sumatera Barat (7,91), Jawa Barat (7,57), Papua (7,30), Sulawesi Selatan (7,24), dan Sumatera Utara (7,02),” papar Ivan.
Ivan juga menyoroti adanya aliran dana hasil tindak pidana yang terjadi sepanjang tahapan Pemilu. Oleh karena itu, PPATK kini tengah melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait hal ini.
Dengan temuan ini, terungkap bahwa dana hasil kejahatan telah digunakan sebagai biaya dalam kontestasi politik.
Dalam kerangka upaya menjaga integritas, sambung Ivan, PPATK mengkaji sejauh mana aliran dana dari tindak pidana ini masuk ke dalam dinamika politik dan menginduksi potensi tindak pidana pencucian uang. [mfh]