(IslamToday ID) – Akademisi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun menilai ada tiga faktor utama pemicu retaknya koalisi politik jelang Pemilu 2024. Menurutnya, hal ini bukan soal khianat atau mengkhianati.
Menurutnya, dinamika perubahan koalisi pada dukungan capres-cawapres kerap terjadi saat ini. Di antaranya, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR), Koalisi PDIP-PPP yang belum punya nama koalisi, dan terakhir Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP).
KIB yang digawangi Partai Golkar, PAN dan PPP, bubar setelah PPP mendukung Ganjar Pranowo yang dideklarasikan PDIP.
KKIR yang digawangi Partai Gerindra dan PKB juga bubar setelah Golkar dan PAN bergabung, kemudian berubah menjadi Koalisi Indonesia Maju (KIM).
Sedangkan Koalisi PDIP-PPP bergejolak karena belum ada kepastian persetujuan cawapresnya Sandiaga Uno dari PPP atau siapa.
“KPP yang digawangi Nasdem, Demokrat, dan PKS bergejolak, setelah PKB bergabung dan ketua umumnya, Muhaimin Iskandar dicalonkan sebagai cawapres Anies Baswedan, dan Demokrat keluar dari koalisi,” ungkap Ubedilah dikutip dari RMOL, Senin (4/9/2023)
Fenomena bubar dan bergejolaknya koalisi politik di Indonesia, katanya, setidaknya disebabkan tiga faktor utama. Pertama, karena tidak ada satu pun koalisi yang dibentuk berdasarkan kesamaan pandangan ideologis, tetapi lebih pada kepentingan pragmatis kekuasaan, sehingga rapuh dan rentan bubar.
“Kedua, karena tidak efektifnya komunikasi politik antar elite partai, disebabkan ego dan problem beban persoalan di antara mereka,” sambungnya.
Dan yang ketiga, belum terjadinya kesepakatan-kesepakatan pragmatis di antara mereka terkait siapa cawapres, termasuk sharing kekuasaan.
“Tiga faktor itulah yang menyebabkan koalisi politik bergejolak, bahkan bubar. Jadi sesungguhnya bukan soal khianat mengkhianati,” pungkas Ubedilah. [wip]