(IslamTodayID)— Ratusan orang dari berbagai elemen masyarakat Solo mengikuti ‘Aksi Peduli Tragedi Tanah Rempang’ bersama dengan Solo Peduli Melayu pada Jum’at, 15 September 2023 di Bundaran Gladag, Jalan Slamet Riyadi, Solo. Mereka menuntut pemerintah membatalkan proyek ‘Rempang Eco City’.
“Kita meminta kepada Pak Jokowi lewat Menteri Perkonomian untuk membatalkan proyek tersebut,” ungkap perwakilan Solo Peduli Melayu, Endro Sudarsono kepada IslamToday di sela-sela aksi pada Jum’at (15/9/2023).
Endro menambahkan bahwa aksi tersebut merupakan rangkaian dari audiensi yang dilakukan oleh Solo Peduli Melayu ke DPRD Solo pada Rabu, 13 September 2023 kemarin.
“Ya sama (dengan audiensi Solo Peduli Melayu ke DPRD),” jelasnya.
Ia juga meminta kepada Kapolri untuk melakukan pendekatan yang humanis, berperikemanusiaan serta menjunjung tinggi HAM. Jangan sampai kepentingan pemerintah yang dibela oleh aparat demi kepentingan investasi asing itu membuat masyarakat terusir di negerinya sendiri.
“Kepada kapolri untuk melakukan pendekatan yang humanis, berperikemanusiaan dan menjunjung tinggi hak asasi manusia,” ujar Endro.
“Jangan sampai kemudian investasi asing membuat masyarakat jadi terusir di negerinya sendiri sementara warga itu sudah tinggal di sana jauh sebelum Indonesia merdeka,” imbuhnya.
Endro menegaskan bahwa pihaknya menuntut agar pemerintah mentaati apa yang diamanahkan oleh konstitusi. Melindungi segenap bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa serta memanfaatkan seluruh kekayaan negara demi kemakmuran seluruh rakyat.
“Maka kebijakan pemerintah, kebijakan negara harus mengacu pada dua hal tersebut,” tutur Endro.
Kasus Rempang Mirip Kampung Akuarium Jakarta
Sementara itu aktivis pergerakan Solo yang juga Anggota Dewan Syura Dewan Syariah Kota Surakarta (DSKS), Alfian Tanjung mengingatkan kasus Rempang, Batam, Kepulauan Riau dengan tragedi Kampung Akuarium di Jakarta Utara tahun 2016 silam.
“(Kasus) Rempang itu adalah sebuah gunung es kecil yang mana gerakannya yang terjadi sedang bergolak di seluruh tempat, sejak tahun (2016) kita mendengar Kampung Akuarium,” kata Alfian dalam orasinya.
Ia menegaskan bahwa aksi mempertahankan tanah leluhurnya di Rempang dan Kampung Akuarium merupakan salah satu gerakan jihad.
“Sesungguhnya darah yang tertumpah di Rempang baik yang di kampung Akuarium dan diberbagai tempat merupakan sebuah gerakan jihad,” jelasnya.
Sejarah Kampung Akuarium di Jakarta Utara di Teluk Jakarta dimulai sejak tahun 1898 ketika Belanda membangun kawasan khusus untuk laboratorium khusus fauna laut. Selanjutnya pada tahun 1970-an, setelah Indonesia merdeka oleh pemerintah DKI Jakarta kawasan tersebut ditutup dan akan dikembangkan sebagai bagian dari Museum Bahari.
“Saat itu pembangunan di Pasar Ikan tidak jelas dan dan terkatung-katung, hingga seluruh kawasan bekas Akuarim itu kemudian diduduki oleh penduduk dan berkembang menjadi kampung,” dilansir dari republikacoid, 14 Oktober 2019. [khs]