(IslamToday ID) – Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyatakan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri menanggapi santai usai Mahkamah Konstitusi (MK) memutus permohonan soal syarat usia minimal calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres). Ia mengatakan Megawati tak mengumpulkan elite PDIP usai putusan itu dibacakan MK.
“Enggak ada (pertemuan), yang tadi yang ada kan peresmian kantor partai. Justru di tengah berbagai dinamika politik yang terjadi di Mahkamah Konstitusi, Bu Mega santai-santai saja,” kata Hasto saat ditemui di Media Center Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Presiden, Jalan Cemara, Menteng, Jakarta, Senin (16/10/2023) malam.
Megawati, imbuhnya, justru lebih banyak melakukan kegiatan kepartaian. Misalnya, meresmikan 24 kantor baru di beberapa daerah di Indonesia.
“Selama dua tahun ini kami membangun 126 kantor partai, ada Rumah Sakit Bung Karno, ada dua sekolah partai dan sebagainya. Sehingga, kami tetap melakukan pelembagaan partai di tengah-tengah dinamika politik,” tegas Hasto dikutip dari Kompas.
Oleh sebab itu, Hasto menegaskan bahwa PDIP tak terpengaruh oleh berbagai dinamika politik eksternal. Sebab, menurutnya, yang terpenting adalah partai harus tetap melakukan pelembagaan, baik komunikasi politik maupun kaderisasi.
“Yang penting kami terus bergerak untuk memenangkan Pak Ganjar Pranowo. Sehingga instruksi Ibu Megawati Soekarnoputri tadi kepada seluruh kader bahwa capres dan cawapres yang ditetapkan oleh Ibu Mega dan akan diumumkan dalam waktu dekat,” ungkapnya.
Soal putusan MK, secara pribadi Hasto menilai ada banyak pihak yang kecewa terutama terkait syarat batas usia capres-cawapres yang boleh di bawah 40 tahun asalkan berpengalaman menjadi kepala daerah. Menurutnya, para pihak yang kecewa seperti ahli hukum tata negara hingga kelompok pro demokrasi.
“Banyak di antara mereka yang menyayangkan keputusan bahwa MK seharusnya menjadi benteng demokrasi, benteng konstitusi, dan keputusan tersebut menguji apakah UU Pemilu presiden dan wakil presiden tersebut bertentangan dengan konstitusi atau tidak. Ini yang seharusnya yang paling penting,” ungkap Hasto.
Apalagi, putusan ini dinyatakan final and binding untuk dilaksanakan pada Pemilu 2024. Padahal, menurutnya, semestinya putusan MK baru bisa efektif apabila telah dijabarkan dalam UU Pemilu yang sudah direvisi.
“Sehingga dari pendapat para pakar yang disuarakan ke publik menyatakan bahwa keputusan tersebut harus ditindaklanjuti melalui perubahan UU Pemilu presiden dan wakil presiden,” ujarnya.
“Selama perubahan UU itu tidak dilakukan, maka otomatis keputusan tersebut belum efektif sebagai hukum,” sambungnya. [wip]