(IslamToday ID) – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman angkat suara perihal isu konflik kepentingan dalam Putusan MK No 90/PUU-XXI/2023 yang membuka kesempatan bagi anak Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka maju sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) pada Pilpres 2024.
Anwar juga merespons pertanyaan awak media soal istilah “Mahkamah Keluarga” yang kini viral usai putusan MK itu.
Seperti diketahui, Anwar yang merupakan ipar dari Jokowi itu berkilah ia sudah menjadi hakim sejak tahun 1985. Ia mengklaim memegang teguh sumpah sebagai hakim, konstitusi, hingga Al-Quran.
Ia kemudian mengutip kisah Nabi Muhammad SAW yang didatangi utusan bangsawan Quraisy bernama Usamah bin Zaid. Anwar mengatakan Usamah diutus agar bisa melakukan intervensi dan meminta perlakuan khusus terkait tindak pidana yang dilakukan oleh salah seorang anak bangsawan Quraisy.
“Apa jawab Rasulullah SAW? Beliau tidak mengatakan menolak atau mengabulkan permohonan dari salah seorang yang diutus oleh bangsawan Quraisy ini. Beliau mengatakan, andaikan Fatimah anakku mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya. Artinya, menunjukkan bahwa hukum harus berdiri tegak, berdiri lurus, tanpa boleh diintervensi, tanpa boleh takluk, oleh siapapun dan dari manapun,” jelas Anwar dalam konferensi pers pembentukan Majelis Kehormatan MK (MKMK) di Gedung MK RI, Jakarta, Senin (23/10/2023).
Ia juga menyinggung soal irah-irah atau kepala putusan yang dimuat pada bagian awal suatu putusan. Menurutnya, sebagai hakim konstitusi yang berasal dari Mahkamah Agung (MA), irah-irah putusannya sama dengan di MK.
“’Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa’. Jadi putusan itu selain bertanggung jawab kepada bangsa, negara, masyarakat, tetapi yang paling utama adalah pertangungjawaban kepada Allah SWT, dalam setiap perkara apapun itu yang saya lakukan sampai hari ini,” ungkap Anwar dikutip dari Law-Justice.
Kemudian, ia menyinggung pertanyaan awak media hingga berita yang telah beredar mengenai konflik kepentingan. Ia lantas mempersilakan untuk membaca dan mengkaji putusan MK No 004/PUU-I/2003, 005/PUU-IV/2006, 97/PUU-XI/2013, serta 96/PUU-XVIII/2020 terkait makna konflik kepentingan terkait dengan kewenangan MK.
MK, jelas Anwar, mengadili norma sebuah undang-undang, bukan seperti peradilan pidana atau perdata di MA.
“Yang diadili itu adalah norma, pengujian undang-undang. Jadi norma abstrak, bukan mengadili fakta atau sebuah kasus. Itu yang bisa saya sampaikan. Nanti selebihnya, tentu kami semua, termasuk Yang Mulia Prof Enny akan mempertanggungjawabkan kepada Majelis Kehormatan MK,” tegas Anwar.
MK telah memutus sejumlah gugatan tentang syarat usia minimal capres-cawapres. Permohonan yang dikabulkan adalah perkara No 90/PUU-XXI/2023.
Putusan itu menyatakan Pasal 169 UU Pemilu yang semula berbunyi “berusia paling rendah 40 tahun” berubah menjadi “berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”.
Imbasnya, Gibran Rakabuming Raka dapat maju di Pilpres 2024. Gibran pun sudah dideklarasikan sebagai bakal cawapres mendampingi Prabowo Subianto. [wip]