(IslamToday ID) – Pakar hukum tata negara Feri Amsari menilai hak angket DPR tak bisa mengubah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).
Kendati DPR menggunakan hak angketnya, MK melalui putusan No 90/PUU-XXI/2023 tetap membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun maju sebagai capres atau cawapres selama memiliki pengalaman sebagai kepala daerah atau pejabat lain yang dipilih melalui pemilu.
“Tidak bisa hak angket DPR serta merta mengubah putusan MK berubah, kan sifatnya final and binding (final dan mengikat),” kata Feri dikutip dari Kompas, Kamis (2/11/2023).
Bahkan, menurutnya, Putusan MK No 90/PUU-XXI/2023 tak bisa menjadi objek hak angket DPR. Sebabnya, hak angket tidak bisa digunakan untuk mengusut lembaga peradilan.
Menurut Feri, lembaga peradilan mana pun bersifat merdeka dan tidak bisa diintervensi lembaga lain. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 24 UUD 1945. Oleh karenanya, yang bisa diselidiki DPR lewat hak angketnya terhadap Putusan MK No 90/PUU-XXI/2023 ialah dugaan nepotisme yang belakangan jadi perhatian.
DPR bisa saja menyelidiki dugaan kepentingan pihak-pihak tertentu, seperti presiden, dalam polemik putusan MK ini. “Kalau pendapat DPR menyatakan ada pelanggaran hukum yang melibatkan presiden, maka presiden yang akan terdampak,” ujar Feri.
Lebih lanjut, Feri menyebut, Putusan MK No 90/PUU-XXI/2023 hanya dapat diubah melalui putusan MK juga. Artinya, harus ada pihak yang mengajukan uji materi ketentuan syarat usia capres-cawapres ke MK. Ke depan, hasil hak angket DPR dapat dijadikan landasan untuk mengajukan uji materi ketentuan ini ke MK.
Selain itu, hasil penyelidikan Majelis Kehormatan MK (MKMK) juga bisa menjadi dasar uji materi, seandainya MKMK memutuskan ada dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi dalam putusan ini.
“Itu akan menjadi alasan baru untuk mengajukan permohonan. Atau publik bisa juga mengajukan permohonan pengujian kembali dengan alasan berbeda, lalu putusan MKMK dan hak angket DPR bisa jadi alat bukti di dalam persidangan,” jelas peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas ini.
Adapun wacana penggunaan hak angket muncul dalam rapat Paripurna DPR RI, Selasa (31/10/2023). Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Masinton Pasaribu mendorong agar DPR menggunakan hak angketnya terhadap MK atas putusan uji materi usia capres-cawapres. Putusan MK tersebut dinilai mengancam konstitusi. Putusan ini juga diduga mengakomodir kepentingan kelompok tertentu.
“Maka kita harus mengajak secara sadar dan kita harus sadarkan bahwa konstitusi kita sedang diinjak-injak. Kita harus menggunakan hak konstitusional yang dimiliki oleh lembaga DPR,” kata Masinton.
“Saya Masinton Pasaribu anggota DPR RI dari daerah pemilihan DKI Jakarta menggunakan hak konstitusi saya untuk melakukan hak angket,” lanjutnya. [wip]