(IslamToday ID) – Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mendesak Polda Metro Jaya untuk segera menaikkan status Ketua KPK Firli Bahuri menjadi tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).
“Mengingat bukti semakin menguat, ICW mendesak Polda Metro Jaya segera menaikkan status Firli dari saksi menjadi tersangka,” kata Kurnia dikutip dari Republika, Kamis (2/11/2023).
Pihak Polda Metro Jaya, lanjut Kurnia, juga diharap bisa segera melakukan penahanan terhadap Firli untuk keperluan kelancaran proses hukum yang menjeratnya.
“Bahkan jika dibutuhkan, untuk mempercepat proses hukum demi kepastian hukum, Polda Metro Jaya dapat melakukan penangkapan dan penahanan kepada Firli,” ujarnya.
Dalam kasus dugaan pemerasan terhadap SYL yang menyeret Firli, kepolisian telah melakukan penggeledehan di kediaman Firli. Di antaranya di rumah sewa Jalan Kertanegara No 46, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Kurnia menganalisis, Firli bisa dikenai beberapa potensi tindak pidana korupsi mengenai penyewaan rumah di Kertanegara No 46, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Ia menyebut, penyewaan rumah di Kertanegara seharga Rp 650 juta setahun yang disinyalir dimanfaatkan Firli untuk beristirahat harus didalami oleh Polda Metro Jaya.
“Ada tiga potensi tindak pidana korupsi yang dapat menjerat Firli berkenaan dengan hal itu,” katanya.
Potensi pertama yakni gratifikasi. Kurnia menjelaskan, berdasarkan Pasal 12 B UU Tipikor, penyelenggara negara dilarang menerima pemberian dalam bentuk apapun dari pihak manapun jika berkaitan dengan jabatannya.
“Pertanyaan untuk menggali potensi pengenaan pasal gratifikasi terbilang sederhana. Jika Firli bukan ketua KPK, apakah ia akan disewakan rumah tersebut?” ujarnya.
Adapun potensi kedua yakni penyuapan. Penyidik dalam hal ini, kata Kurnia, dapat menggali apakah ada kesepakatan antara pemberi sewa dengan Firli, misalnya berkenaan dengan suatu perkara di KPK. Jika terbukti ada, Firli bisa dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b UU Tipikor.
“(Potensi) Ketiga, pemerasan. Untuk pengenaan delik ini, penyidik harus mencari, apakah ada unsur paksaan dari Firli dalam proses pemberian rumah sewa di Jalan Kertanegara? Jika pemerasan, Firli bisa disangka dengan Pasal 12 huruf e UU Tipikor,” jelasnya.
Kurnia mengatakan, dari tiga potensi tindak pidana korupsi itu yakni delik gratifikasi, suap, maupun pemerasan, memiliki kesamaan dalam hal penjatuhan hukuman. Hukumannya berdasarkan undang-undang adalah penjara seumur hidup.
“Jadi, seandainya Firli ditetapkan sebagai tersangka dan indikasi di atas terbukti, maka masyarakat akan pertama kali melihat dalam sejarah pemberantasan korupsi, ketua KPK melakukan korupsi dan dijatuhi pidana penjara seumur hidup,” pungkas Kurnia. [wip]