(IslamToday ID) – Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan mengatakan Presiden Jokowi sudah sangat layak untuk dimakzulkan karena banyaknya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan.
Hal itu ia sampaikan dalam pertemuan para tokoh yang tergabung dalam Petisi 100 bertajuk “Pulihkan Kedaulatan Rakyat: DPR Makzulkan Jokowi SEGERA!!!” yang digelar di Gedung Juang 45, Jakarta pada Rabu (29/11/2023).
“Kita sudah mengevaluasi banyak sekali mengenai pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo,” kata Anthony dikutip dari YouTube Mimbar Tube, Kamis (30/11/2023).
Ia mengatakan pemberhentian Jokowi secara konstitusi sudah patut menurut pasal 7a Undang-Undang Dasar (UUD). “Dari situ kita mengambil kesimpulan bahwa pelanggaran-pelanggaran ini termasuk pelanggaran konstitusi,” tegasnya.
Selama pemerintahan Jokowi dari 2014 sampai dengan 2023 atau 9 tahun terakhir, utang negara meningkat sebanyak Rp 5.000 triliun. ”Rp 5.000 triliun itu tidak ada yang menetes ke kelompok masyarakat bawah. Kemiskinan hanya turun 1,6 persen, ke mana itu Rp 5.000 triliun tadi?” ungkapnya.
Anthony menegaskan kesenjangan sosial Indonesia pada kepemimpinan Jokowi sudah dalam kondisi yang memprihatinkan. “Kesenjangan sosial berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) tidak bisa kita pakai sebagai referensi untuk melihat kesenjangan pendapatan dari masyarakat, karena BPS hanya menghitung berdasarkan pengeluaran,” tuturnya.
Anthony memaparkan hasil perhitungannya bahwa kesenjangan pendapatan Indonesia sekitar 0,6 persen, sehingga kondisi ini memprihatinkan. “Artinya kalau sudah lebih dari 0,5 persen, maka kesenjangan pendapatan ini antara pendapatan orang kaya dengan orang miskin sudah dalam tahap yang sangat buruk,” bebernya.
Berkaca dari kondisi negara tetangga, dengan angka 0,6 persen dikhawatirkan mampu memicu konflik sosial. “Ada konflik sosial seperti di Srilanka itu adalah kesenjangan sosialnya sangat tinggi sekali, kesenjangan pendapatannya sangat tinggi sekali,” jelasnya.
Ia menambahkan, Petisi 100 telah melakukan evaluasi kinerja pemerintah saat ini secara objektif dan menemukan berbagai pelanggaran-pelanggaran yang dapat memicu konflik sosial. Berdasarkan data tersebut dugaan munculnya konflik sosial di Indonesia tidak lama lagi dan akan membutuhkan penindakan tegas.
“Oleh karena itu, Petisi 100 meminta kepada DPR untuk melakukan proses politik bukan dipolitisir untuk memberhentikan presiden, karena DPR mempunyai wewenang untuk itu,” tuturnya.
Tindakan tegas perlu dilakukan DPR karena menjadi penentu pecah atau tidaknya konflik sosial di masyarakat. “Mau tidak mau harus seperti itu. Jika DPR tidak melakukan itu, maka akan memancing kemarahan rakyat dan ini akan memicu ke sana (konflik sosial),” ujarnya.
Petisi 100 secara tegas menuntut DPR menegakkan konstitusi demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia. “Kami menuntut DPR untuk melaksanakan tugasnya secara konstitusi, menegakkan konstitusi untuk penyelamatan terakhir terhadap bangsa dan Republik Indonesia ini,” pungkasnya. [res]