(IslamToday ID) – Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) meminta pemanggilan ratusan kepala desa (kades) di wilayah Karanganyar, Jateng dihentikan. Sebab pemanggilan itu rawan disalahgunakan untuk kepentingan politik Pemilu 2024.
Ketua PBHI Julius Ibrani mengatakan, pemanggilan terhadap ratusan kepala desa di tahun pemilu ini telah menimbulkan kontroversi dan perhatian masyarakat. Pemanggilan kepala desa ini justru rawan untuk dipergunakan sebagai sarana untuk menekan kepala desa.
Ditambah lagi, belakangan ini ada indikasi kuat kontestan pemilu yang berupaya memobilisasi dukungan para kepala desa untuk kepentingan pemenangan pemilu.
“Kondisi dan situasi di Jawa Tengah, terkait pemanggilan kepala desa telah mendapatkan perhatian publik dan menimbulkan kontroversi, karena memperlihatkan sejumlah kejanggalan, mulai dari momentumnya di tengah pelaksanaan pemilu, pemanggilan yang serentak, berlangsung di daerah utama kontestasi elektoral,” kata Julius, Sabtu (2/12/2023).
Jika dugaan adanya motif politik elektoral di balik pemanggilan para kepala desa tersebut benar adanya, kata Julius, polisi patut diduga kuat telah menyalahgunakan kewenangannya dan pemanggilan tersebut dapat dipandang sebagai bentuk intimidasi terselubung.
“Koalisi Masyarakat Sipil menilai munculnya kritik dan kekhawatiran masyarakat terkait pemanggilan kepala desa yang rawan jadi alat politik seharusnya menjadi warning bagi institusi kepolisian. Sangat penting bagi institusi kepolisian untuk mengedepankan profesionalitas dan netralitas di tengah penyelenggaraan pemilu,” ujarnya.
Ia mengingatkan institusi kepolisian bukanlah alat kekuasaan, termasuk kepentingan elite politik untuk pemenangan kontestasi pemilu. UU Polri telah menegaskan Polri bukan sebagai alat kekuasaan dan larangan bagi anggotanya untuk terlibat dalam kegiatan politik praktis dalam bentuk apapun. Institusi kepolisian yang disalahgunakan oleh elite politik untuk pemenangan pemilu tidak hanya mengancam kebebasan dalam pemilu, tapi juga merusak profesionalisme polisi.
“Tidak hanya merusak kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian, namun juga dapat merusak moral institusi yang seharusnya bersikap independen dan imparsial dalam situasi politik saat ini,” katanya.
Untuk itu, Julius mendesak kepolisian untuk mengedepankan prinsip dan standar hak asasi manusia dalam pelaksanaan tugas-tugasnya, termasuk penghormatan terhadap prinsip demokrasi.
Dalam konteks pemilu, katanya, kepolisian memiliki dua kewajiban ganda yang harus dijalankan secara seimbang yaitu kewajiban menjamin keamanan dan ketertiban publik dalam pemilu, serta kewajiban untuk tidak mengintervensi hak asasi manusia, termasuk hak-hak politik warga negara dan menjamin lingkungan politik yang bebas dari intimidasi.
“Kepolisian seharusnya lebih fokus pada memberikan pelayanan kepada masyarakat, khususnya untuk memastikan setiap warga negara mendapatkan manfaat dari pemilu yang dijalankan secara sehat dan bebas dari semua bentuk intervensi yang mengganggu dan melemahkan ekspresi kehendak rakyat,” jelas Julius. [wip]