(IslamToday ID) – Ekonom senior Faisal Basri menyoroti “kerajaan bisnis” yang dimiliki oleh keluarga Presiden Jokowi. Keterkaitan antara bisnis dan politik yang begitu erat disebut-sebut menjadi salah satu alasan mengapa dengan mudah keluarga Jokowi menduduki posisi mentereng di Indonesia.
“Kalau dalam ekonopolitik ada yang namanya state, market, dan civil society. Batasan ini harus jelas. Peran mereka berbeda-beda dan seharusnya society itu di atas. Kalau sekarang terbalik. Demokrasi terganggu,” kata Faisal dikutip dari YouTube DDMnet, Selasa (2/1/2024).
Padahal, menurutnya, demokrasi menuntut adanya keseimbangan antara power of state dan power of society, namun hal itu tidak terjadi.
“Kemarin itu kepala-kepala desa dimobilisasi termasuk juga DPR. Lebih parah lagi segitiga (state, market, dan civil society) menjadi garis lurus (sejajar kedudukannya) sehingga muncullah oligarki,” terangnya.
Oligarki yang dibentuk oleh keluarga Jokowi, lanjut Faisal, semakin kuat karena menggunakan kekuatan negara dan perusahaan. Kekuatan inilah yang menjadikan anak-anak Jokowi, yakni Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep menjadi besar.
“State dan power of corporation yang mendukung dia (anak-anak Jokowi). Dia masih kecil (bisnisnya), belum 10 tahun. Bisnis martabak dan pisang goreng. Itu juga sudah gak kelihatan, tapi pengaruhnya sangat besar. Magnitude bisnisnya sudah ratusan miliar,” lanjutnya.
Faisal menilai penyebab keluarga Jokowi yang tadinya menekuni bisnis beralih profesi menjadi politisi lantaran faktor ketidakpuasan.
“Tadinya kan mereka pebisnis murni, tidak ada conflict of interest, tidak perlu kekuatan presiden, tidak akan masuk dunia politik. Ternyata itu sebentar sekali, mereka masuk ke politik dengan bisnis yang basisnya masih kecil. Mereka menggunakan pengaruh ayahnya. Tanpa pengaruh ayahnya mereka tidak bisa,” paparnya.
Faisal lantas mencontohkan salah satu campur tangan Jokowi dalam bisnis keluarga adalah dipilihnya Erick Thohir sebagai Menteri BUMN.
“Erick Thohir memobilisasi BUMN untuk kepentingan keluarganya. Bukan hanya kepentingan bisnis tetapi kepentingan pribadi juga,” terangnya.
Power Jokowi, lanjutnya, juga terlihat melalui keberhasilan Gibran dalam memimpin Kota Solo dengan mendanai proyek-proyek yang tidak tercover oleh APBN.
“Masjid (Sheikh Zayed) sumbangan dari Putra Mahkota, kemudian bersih Solo itu ada campur tangan atau operasi senyap BUMN atau anak perusahaannya. Kemudian ada proyek atau event nasional besar,” imbuhnya.
Dengan banyaknya fakta dan bukti mengenai adanya dugaan kecurangan yang dilakukan Jokowi, Faisal menganggap kedudukannya sebagai presiden dapat dilengserkan.
“Kita makin tidak disiplin dan makin banyak sebetulnya fakta, bukti, bahwa presiden ini sudah bisa dilengserkan. Sudah separah itu karena dia sudah berpotensi melanggar konstitusi di berbagai pasal. Wajib dilengserkan,” katanya.
Terlebih di sisa jabatannya, Jokowi dinilai semakin membuat rusuh tatanan negara. “Di sisa masa jabatannya setiap hari dia bikin kerusakan di negeri ini. Aturan main diubah, ini kan luar biasa,” tutupnya. [ran]