(IslamToday ID) – Akademisi yang juga analis pertahanan dan keamanan Connie Rahakundini Bakrie menilai Kementerian Pertahanan (Kemenhan) di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto tidak siap dengan meningkatnya jumlah anggaran yang cukup fantastis.
“Dana pertahanan kita naik 500 persen. 488 koma berapa, hampir 500 persen, tapi readiness kita hanya 30-60,49 persen. Yang 30 persen angkatan udara. Artinya data pertahanan yang meningkat, tapi tidak didukung dengan kesiapan yang meningkat,” kata Connie dikutip dari YouTube TirtoID, Kamis (11/1/2024).
Menurutnya, industri persenjataan dalam negeri juga mumpuni untuk membuat produk-produk baru dan menyuplai kelengkapan militer seperti PT PAL dan industri-industri swasta, namun belum banyak didukung. Ia kemudian mencontohkan Pesantren Al Zaytun yang dinilai mampu membuat kapal, namun tidak berlanjut lantaran tidak mendapat dukungan masyarakat akibat kontraversi agama.
“Sedangkan Indonesia kalau membicarakan industri pertahanan ingin bisa semua, padahal seharusnya fokus satu saja. Seperti tadi saya contohkan Al Zaytun. Apakah sekarang kapal tradisional kita bikin yang banyak lalu kekuatan nelayan kita dibangun seperti kekuatan waktu di Laut China Timur (perang Taiwan dan Jepang). Kenapa kita tidak berpikir yang sama untuk isu Pulau Pasir atau isu Laut China Selatan,” paparnya.
Sedangkan untuk batasan yang boleh disampaikan ke publik dan tidak, dana dan pembelian alutsista itu harus terbuka.
“Yang pembelian itu gak bisa rahasia. Yang rahasia itu hanya ketika barang itu datang maka kemudian di mana dia digunakan, ke mana digunakan, bagaimana menggunakannya, oleh siapa, dan sistem senjata yang paling canggihnya. Itu yang tidak boleh,” tegasnya.
Menyinggung debat ketiga capres-cawapres, menurutnya, capres hanya menyinggung tentang persenjataan. “Bicara tentang pertahanan kemarin itu hanya bicara soal senjata, itu yang sangat salah. Karena bicara pertahanan itu bicara tentang training, personel,” pungkasnya. [ran]