(IslamToday ID) – Sekretaris Umum (Sekum) PP Muhammadiyah Prof Abdul Mu’ti menilai wacana Pilpres 2024 hanya berlangsung satu putaran ibarat seperti layaknya judi rolet. Karena itu, ia meminta tidak ada pemaksaan kehendak atau manuver untuk menjadikan Pilpres hanya satu putaran.
“Memangnya (judi) rolet, mutarnya sekali saja. Pilpres ini bukan seperti memutar rolet. Jangan ada pihak yang memaksakan, apalagi menggunakan cara-cara yang tidak sesuai konstitusi dan perundang-undangan untuk mencapai tujuan,” kata Mu’ti dalam webinar nasional yang digelar Moya Institute bertajuk ‘Demokrasi Indonesia Terancam?’, dikutip dari RMOL, Sabtu (20/1/2024).
Ia menegaskan, semua pihak harus menghormati aturan main, terutama dalam hal netralitas aparatur negara. Secara khusus, Mu’ti meminta Presiden Jokowi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan untuk bersikap netral, di tengah keraguan publik karena putranya, Gibran Rakabuming Raka, maju sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto.
Ia meminta masyarakat sipil untuk ikut menyuarakan agar praktik demokrasi diselenggarakan secara bermartabat, terutama untuk mewujudkan Pilpres yang bersih dari kecurangan. Terlebih, Mu’ti melihat kondisi bangsa ini sedang tidak baik-baik saja, sehingga harus ada upaya yang dilakukan agar kualitas demokrasi bisa pulih kembali.
Lebih lanjut, Mu’ti menyebut tiga ukuran yang jadi indikator pemilu berkualitas. Pertama, proses penyelenggaraan yang berkualitas diukur dari pendataan, pelaksanaan pemungutan suara, dan penghitungan hasil pemungutan suara.
“Tiga proses ini sangat menentukan kualitas demokrasi. Harus diupayakan oleh KPU agar tidak ada warga yang punya hak politik kehilangan haknya,” kata Mu’ti.
Sementara itu, pendiri Setara Institute Hendardi mengatakan, di akhir kepemimpinannya Jokowi memunggungi demokrasi dengan berbagai dugaan penyalahgunaan kekuasaan. Kecenderungan otoritarianisme yang melekat pada Jokowi dan praktik penyalahgunaan kekuasaan, dikatakannya, tentu bisa dibantah.
Sebab ia melihat penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintahan Jokowi bekerja melalui kanal-kanal dan instrumen demokrasi. “Situasi ini yang sangat dikhawatirkan,” ujarnya.
Hendardi melihat tanda-tanda kematian demokrasi semakin terang di era Jokowi. Bukan hanya pada sisi agenda politik dan tata kelola, tetapi juga terjadi pengabaian nilai dan etika demokrasi. “Juga indikasi penyikapan yang represif pada aspirasi kebebasan sipil,” tambahnya. [wip]