(IslamToday ID) – Mantan penyidik KPK Novel Baswedan mengkritik keras putusan Dewan Pengawas (Dewas) KPK yang hanya memberikan sanksi permintaan maaf kepada pelaku pungutan liar (pungli) di Rutan KPK. Novel menilai Dewas telah mengolok-olok wajah KPK sebagai lembaga antikorupsi.
“Dewas dan pimpinan KPK sedang mengolok-olok KPK dengan memberikan sanksi minta maaf terhadap orang yang berbuat korupsi,” kata Novel dikutip dari DetikCom, Sabtu (16/2/2024).
Ia juga mengatakan vonis etik dari Dewas hanya akan membuat kepercayaan publik kepada KPK semakin menurun. Publik, kata Novel, bisa menilai Dewas tidak serius dalam memberikan sanksi kepada pegawai KPK yang terlibat pelanggaran etik.
“Dengan sanksi yang permisif seperti itu orang akan marah kepada KPK dan menambah ketidakpercayaan masyarakat terhadap KPK,” ungkap Novel.
Menurutnya, KPK harus melakukan evaluasi menyeluruh dalam mencegah terjadinya praktik pungli di Rutan KPK. Ia mengatakan evaluasi itu juga bisa dimulai dengan mengganti anggota Dewas KPK yang permisif terhadap perbuatan korupsi yang melibatkan internal KPK.
“Pengawasan di KPK mesti dibenahi, dimulai dengan mengganti para anggota Dewas KPK yang justru selama ini permisif terhadap perbuatan koruptif di KPK. Inspektorat KPK harus bisa memetakan potensi penyimpangan di dalam KPK dan kemudian melakukan penguatan pada bidang-bidang yang rentan terjadi penyimpangan atau koruptif,” ungkap Novel.
Lebih lanjut, ia juga mendesak sanksi tegas diberikan KPK dalam mengusut praktik pungli di rutan. Ia meminta pimpinan KPK tidak bersikap lunak dalam menjatuhkan hukuman kepada pegawainya yang terlibat pungli.
“Lebih lagi pimpinan KPK mesti bisa menjadi teladan dan tidak kompromi dengan setiap perbuatan korupsi di internal KPK. Adanya sanksi yang berat terhadap setiap penyimpangan atau korupsi di internal KPK,” jelasnya.
“Jadi kuncinya adalah ada kemauan dari KPK sendiri terutama pimpinannya dan tidak kompromi atau permisif terhadap setiap perbuatan korupsi,” sambung Novel.
Sebelumnya, Dewas KPK memberikan sanksi etik berat kepada 78 dari 90 orang yang disidang terkait pungli di Rutan KPK. Dewas KPK pun menjelaskan mengapa 78 orang itu hanya diberikan sanksi berat berupa permintaan maaf secara terbuka.
“Perlu saya jelaskan juga, sejak pegawai KPK berubah menjadi ASN pada 1 Juni 2021, maka sanksi etik untuk pegawai hanya berupa sanksi moral. Dalam hal ini permintaan maaf. Yang terberat adalah permintaan maaf secara terbuka dan langsung,” ujar Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, Kamis (15/2/2024).
Ia menegaskan, semenjak pegawai KPK menjadi ASN, hukuman hanya berupa sanksi moral. Sebab, sanksi maksimal pada ASN hanya sanksi moral.
“Bahwa, setelah berubah menjadi ASN, maka hukuman kita tidak bisa lain daripada hukuman yang namanya sanksi moral. Karena, sanksi etik pada ASN itu sanksi moral,” katanya.
Pengusutan kasus pungli rutan juga dilakukan KPK secara pidana. Kasus itu telah naik ke tingkat penyidikan saat ini. Para pelaku juga diproses secara aturan kepegawaian di Inspektorat KPK. [wip]