(IslamToday ID) – Kepala Pusat Bio Teknologi IPB Prof Dwi Andreas Saputra mengungkapkan penyebab harga beras semakin tinggi di awal tahun 2024 salah satunya karena program bagi-bagi bansos jelang pemilu kemarin. Padahal, stok beras sudah dianggap mencukupi.
“Awal tahun 2024 stok beras melonjak tinggi karena ada impor sehingga stok 6,71 juta ton yang artinya aman. Menurut Badan Pangan Nasional (Bapanas) stok awal tahun 7,4 juta ton. Gejolak harga yang terjadi pada Januari-Febuari 2024 murni karena kesalahan komunikasi dari pemerintah, stok beras yang besar seharusnya digelontorkan ke pasar tapi justru digunakan untuk bansos,” kata Dwi dikutip dari YouTube METRO TV, Rabu (21/2/2024).
“Jadi adalah unsur-unsur itu yang mempengaruhi harga beras makin tinggi,” sambungnya.
Namun, saat ini ia mengaku kondisi harga beras di pasaran semakin membaik setelah Bulog melakukan pendisitribusian kepada masyarakat.
“Badan Pangan Nasional juga melalui agrifood mendistribusikan ke berbagai tempat, jadi saya perkirakan dalam beberapa hari ke depan pasti harga akan mulai turun,” ucapnya.
Dwi lantas menyatakan apabila kondisi gudang-gudang Bulog sangat mencukupi untuk mengatasi kelangkaan beras di pasaran yang mengakibatkan tingginya harga beras.
“Bulog pada 12 Febuari masih ada 1,18 juta ton, tapi dua hari kemudian sudah melonjak 1,448 juta ton atau hampir 1,5 juta ton. Stok tersebut sangat tinggi, itu potensi yang bisa digunakan untuk menstabilkan harga sekarang ini,” tuturnya.
Dwi mengaku bukan mahalnya harga beras yang beredar di pasaran yang membuatnya khawatir, tetapi nasib petani di bulan Maret lantaran murahnya harga beras yang disebabkan anjoknya gabah kering panen di beberapa di wilayah Indonesia.
“Bukan karena panen raya tapi kejenuhan pasar, bantuan sosial yang diterima oleh sebagian besar masyarakat pedesaan. Panen raya sendiri pada akhir Maret sampai April. Dan menurut BPS ada surplus beras di bulan Maret kira-kira 0,97 juta ton,” terangnya.
Banyaknya stok beras yang ada, menurutnya, pemerintah tidak perlu impor lagi. Sehingga jika pemerintah sampai memutuskan impor merupakan keputusan yang serampangan.
“Tahunnya saja belum berjalan tapi impor sudah diputuskan pada Desember 2023 sebanyak 2 juta ton dan ditambah lagi 1 juta ton. Total 3 juta ton,” tutupnya. [ran]