(IslamToday ID) – Pengajar Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI) Prof Chusnul Mariyah menyebut kondisi penyelenggaraan pemilu saat ini terjadi malpraktik yang luar biasa. Pemilu tidak lagi diselenggarakan dalam konteks bebas dan jujur.
“Itulah pentingnya menyelenggarakan pemilu dengan integritas karena hasil pemilu itu yang dibutuhkan adalah legitimasi pembentukan pemerintahan baru. Kalau legitimasinya tidak bisa dipertanggungjawabkan, maka nanti pemerintah baru ini akan terus menerus menumpuk-menumpuk yang akhirnya terjadi distrust disorder disobidient yang akhirnya menjadi political chaos,” kata Chusnul dikutip dari YouTube Refly Harun, Sabtu (24/2/2024).
“Jadi dari DPT, penyelenggara sampai rekrutmen sampai kemudian KPU, Bawaslu, DKPP, aparatur negara masif, tentu saja masif dalam penyelenggaraan,” sambungnya.
Sementara, menurutnya, harga political chaos lebih mahal dibandingkan apabila politisi itu jujur. Ketidakjujuran ini, kata Chusnul, terlihat bukan hanya sejak dari putusan MK tetapi jauh sebelum itu.
“Sebetulnya ini proses dari 2014, 2019, kemudian pilkada, di 2020 anak menantu jadi (walikota). Tapi kenapa tidak diselenggarakan di Pilkada 2022 dan 2023 akhirnya di Plt-kan kepala-kepala daerah.”
Tidak berhenti di situ, proses kecurangan terus berlanjut dengan pemindahan-pemindahan dan pergeseran pejabat tidak mau patuh.
“Pemilu itu tidak boleh menggunakan kekerasan, jadi aparatur negara juga tidak boleh menjadi satgas pemenangan. Itu gak boleh. Tapi yang terjadi sekarang dengan kementerian semua hingga tingkat desa yang jelas terlibat di dalam konteks itu,” tuturnya.
“Rentetannya sudah panjang kemudian masuk ke penyelundupan hukum, MK. Semestinya MK tidak punya kewenangan. Sementara ketua MK mengatakan tidak punya conflict of interest. Saya tidak tahu ini bagian dari desain atau tidak,” jelasnya.
MenurutChusnul, seharusnya sejak Anwar Usman yang saat itu menjabat sebagai Ketua MK melakukan pernikahan dengan adik Presiden Jokowi seharusnya mengundurkan diri dari jabatannya.
“Karena 100 persen pekerjaan MK berhubungan dengan presiden. Karena seluruh undang-undang dibuat oleh presiden bersama DPR. Jadi tidak ada itu namanya saya tidak ada conflict of interest,” paparnya.
Chusnul lantas curiga benarkan sekelas Anwar Usman tidak mengerti yang dimaksud conflict of interest atau jangan-jagan memang sengaja ingin mengubah MK menjadi mahkamah keluarga. [ran]