(IslamToday ID) – Ketua Bidang Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono mengatakan pihaknya keberatan dengan kebijakan pemerintah yang akan memberlakukan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen per 1 Januari 2025.
“Belum bisa menerima dengan baik kenaikan itu karena dampaknya cukup signifikan, terutama pada sektor-sektor dan komoditi-komoditi yang menyangkut hajat hidup orang banyak,” kata Sutrisno dikutip dari YouTube CNBC Indonesia, Kamis (21/3/2024).
Dengan kenaikan tersebut dirinya sudah bisa menebak bahwa akan ikut mengerek harga-harga kebutuhan lainnya. “Dengan kenaikan sebesar itu sudah pasti harga-harga akan naik. Kalau harga naik pasti kemudian permintaan akan turun, apalagi dalam kondisi daya beli masyarakat kita yang saat ini tidak baik,” bebernya.
Andaikan kebijakan tersebut memang tidak bisa dibatalkan, Sutrisno berharap pemerintah mau melakukan penundaan hingga para pelaku usaha merasa siap.
“Oleh karena itu, kalau ini dilakukan memang punya dampak. Jadi setidak-tidaknya itu mesti dilakukan penundaan paling tidak supaya kita siap dulu untuk bisa menyambut peningkatan pajak itu,” harapnya.
“Kita paham bahwa peningkatan pajak itu karena (saat ini) kita mengalami kesulitan penerimaan negara. Tapi ini mesti dicarikan formulasi lagi bagaimana caranya supaya penerimaan negara bisa naik, tetapi juga tidak menghambat ekonomi itu sendiri,” ujarnya.
Di sisi lain Sekjen BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Anggawira mengatakan pemerintah perlu melakukan pengkajian lebih lanjut mengenai implementasi PPN 12 persen yang akan mulai diberlakukan 1 Januari 2025.
Apabila nantinya benar akan diberlakukan, ia menilai perlu adanya berbagai insentif yang tepat bagi para pelaku usaha karena saat ini situasi sedang sulit.
“Kalau kita lihat memang sedang fluktuasi harga komoditas, sangat mempengaruhi berbagai rencana. Kalau kita lihat memang tingkat inflasi kita naik tahun ini. Jadi perlu strategi yang tepat,” katanya.
Meski tidak menutup kemungkinan dengan dinaikkannya PPN dianggap dapat menaikkan pendapatan bagi pemerintah, tetapi di sisi lain jangan sampai membuat daya beli masyarakat menurun. [ran]