ISLAMTODAY — Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD), Dudung Abdurachman dalam sambutannya pada forum Silaturahmi Nasional Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat (PPAD), Jum’at (5/8/2022) mengingatkan bahaya krisis bagi Indonesia. Ia dengan sangat serius mewanti-wanti dampak krisis energi dan pangan secara global bagi persatuan Indonesia.
“TNI AD dan para purnawirawan bersikap antisipatif terhadap fenomena di depan, salah satunya adalah menguatnya ancaman krisis energi dan pangan” ungkap Dudung.
“Kedua, krisis ini menjadi ancaman serius bagi persatuan dan kemakmuran bangsa kita, jelasnya.
Krisis pangan secara global beberapa kali disinggung oleh presiden, menteri dan beberapa pejabat istana lainnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani misalnya telah memperingatkan kemungkinan krisis pangan akan berlanjut hingga tahun 2023 mendatang. Situasi tersebut dampak dari krisis ekonomi pasca adanya perang antara Rusia-Ukraina.
“Krisis pupuk yang mengancam juga berpotensi memperburuk dan memperpanjang krisis pangan bahkan hingga tahun 2023 dan seterusnya,” ujar Menkeu Sri Mulyani pada 15 Juli 2022 silam.
Sri Mulyani juga menyinggung tentang negara-negara berpenghasilan rendah, berkembang berpotensi alami krisis pangan.
“Kami telah mengidentifikasi adanya kebutuhan mendesak bagi G20 untuk mengambil langkah konkrit bekerja sama dengan organisasi internasional guna mengatasi ketahanan pangan, terutama untuk negara yang membutuhkan,” tuturnya.
Presiden bahkan meminta jajaran menterinya untuk mencari sumber pangan alternatif. Salah satu yang sedang dan akan berlangsung ialah pencetakan lahan sorgum di sejumlah daerah di Indonesia.
“Bapak Presiden minta dibuatkan roadmap (peta jalan) sampai tahun 2024,” Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
Dampak krisis energi di Indonesia yang sudah bisa kita rasakan hari ini diantaranya ialah kenaikan harga BBM, LPG hingga tarif dasar listrik (TDL).
“Jadi penyesuaian harga untuk jenis yang non subsidi itu diperkirakan terus melakukan price adjusment. Dan ini mengakibatkan tekanan khususnya pada kelas menengah,” ungkap Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira.