(IslamToday ID) – China pada Senin, 28 Agustus 2023, merilis peta garis terkenal berbentuk U yang menutupi sekitar 90 persen Laut China Selatan (LCS).
Wilayah perairan ini merupakan jalur perdagangan senilai lebih dari US$3 triliun setiap tahunnya. Peta baru China edisi 2023 dikeluarkan oleh Kementerian Sumber Daya Alam China itu mengklaim wilayah di India, perairan Malaysia, hingga dekat Indonesia.
Beijing mengatakan garis tersebut didasarkan pada peta bersejarahnya. Belum jelas apakah peta terbaru menunjukkan adanya klaim baru atas wilayah tersebut. Peta baru China itu disebut mencakup bagian wilayah maritim Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Malaysia dekat Sabah dan Sarawak, Brunei, Filipina, Indonesia, dan Vietnam.
Kementerian Luar Negeri RI ikut berkomentar atas peta standar China edisi 2023 yang. Peta baru China itu diprotes oleh India dan Malaysia karena mencantumkan wilayah kedua negara itu.
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengatakan bahwa penarikan garis wilayah, termasuk peta standar China edisi 2023, harus sesuai dengan Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS 1982).
“Penarikan garis apa pun, klaim apa pun yang dilakukan harus sesuai dengan UNCLOS 1982,” kata Retno usai rapat kerja bersama Komisi I DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 31 Agustus 2023.
Retno juga menyebut bahwa hal tersebut merupakan sikap yang selalu konsisten dipegang Indonesia dalam hal kedaulatan wilayah. “Posisi Indonesia ini bukan posisi yang baru, tetapi posisi yang selalu disampaikan secara konsisten,” ucapnya.
Indonesia dorong percepatan negosiasi
Indonesia sebagai ketua ASEAN tahun ini telah mendorong percepatan negosiasi code of conduct atau kode etik di Laut China Selatan bersama China. Wilayah perairan yang rawan konflik itu baru-baru ini kembali diperbincangkan setelah Beijing meluncurkan peta baru China.
Direktur Kerja Sama Politik Keamanan ASEAN Kementerian Luar Negeri Rolliansyah Soemirat melalui keterangan pers tertulis pada Jumat, 1 September 2023, mengatakan, selain mempercepat negosiasi, Indonesia melalui pedoman itu ingin kode etik itu menjadi rujukan praktis namun substantif, supaya terus efektif dan berjalan.
Pedoman merangkum aspirasi ASEAN dan China untuk selesaikan kode etik dalam 3 tahun atau kurang, melalui pembahasan secara intensif isu-isu tertunda. “Mengingat kompleksitas elemen pada kode etik (Laut China Selatan), pihak-pihak yang terlibat selama ini sangat berhati-hati sehingga diperlukan terobosan untuk mengakselerasi prosesnya,” kata Rolliansyah.