ISLAMTODAY ID— Soenting Melajoe atau Sunting Melayu menjadi sarana untuk menyuarakan dan memperjuangkan hak-hak kaum perempuan. Surat kabar tersebut lahir dari tangan seorang muslimah intelektual hebat bernama Rohana Kudus.
Kiprah Rohana Kudus dalam mendirikan Sunting Melayu pada 10 Juli 1912 dinilai telah melampaui zamannya. Surat kabar tersebut lahir di tengah ketertinggalan perempuan dalam meraih akses pendidikan.
Sunting Melayu
Rohana Kudus pada dasarnya memiliki cita-cita perjuangan yang sama dengan para pahlawan perempuan era tersebut. Sebut saja Dewi Sartika yang usianya enam belas hari lebih muda dari Rohana Kudus, atau dengan seniornya RA Kartini yang terpaut empat tahun darinya.
Mereka sama-sama berjuang untuk memberdayakan kaum perempuan. Namun sosok Rohana Kudus memiliki keistimewaan tersendiri, selain mendirikan sekolah ia juga mendirikan surat kabar.
Surat kabar Sunting Melayu pun terbit sebagai surat kabar pertama yang didirikan oleh jurnalis perempuan. Meskipun sejak tahun 1909 telah terbit surat kabar Poetri Hindia, namun didirikan dan dikelola oleh kaum laki-laki, Tirto Adhi Soerjo.
Sunting Melayu memiliki arti besar bagi Rohana Kudus. Ia ingin kaum perempuan bisa berdaya secara intelektual.
Ia pun tampil sebagai pendiri sekaligus pemimpin redaksi di Sunting Melayu. Hal ini diikuti dengan seluruh jajaran redaksi baik ditingkat redaktur maupun penulis.
Keberadaan Sunting Melayu merupakan hasil kerjasama Rohana Koeddoes dengan Dt. St. Maharadja dari Utusan Melayu. Dt. St. Maharadja bahkan meminta putrinya Zoebaidah dan Ratna Djoewita untuk membantu Rohana Kudus.
Sunting Melayu merupakan surat kabar yang terbit setiap satu pekan sekali. Hal ini sebagaimana yang tercantum pada halaman depannya, sakali salapan hari.
Pada halaman depan juga tertulis sebuah tagline yang berbunyi, “Soerat Chabar Perempoean di Alam Minangkabau, Bertoekoek Bertambah Ilmoe dan Kepandaian Perempoean.”
Meskipun terbit di Sumatera Barat, keberadaan Sunting Melayu telah menjangkau berbagai wilayah di Sumatera. Tidak hanya di Sumatera, Sunting Melayu juga tersebar hingga Bondowoso, Makassar, dan Gorontalo.
Sunting Melayu memuat berbagai jenis artikel mulai dari berita keperempuanan, syair (puisi), pantun, artikel sejarah, berita luar negeri yang disadur oleh Rohana Kudus dari berbagai buku, majalah, surat kabar berbahasa Belanda.
Selain itu Sunting Melayu juga memuat berita hiburan seperti resep masakan dari berbagai daerah. Sementara untuk iklan yang berkaitan dengan tekstil, benang, hingga obat gosok.
Surat kabar tersebut memiliki arti penting bagi Rohana Kudus. Surat kabar tersebut menjadi wadah untuk menyalurkan berbagai gagasan dan pemikiran kaum perempuan.
Menurut Tristia Riskawati dalam Jalan Jihad Uni Reohanna ada dua tujuan yang ingin dicapai oleh Rohana Kudus lewat kiprahnya di bidang jurnalistik. Pertama, membebaskan perempuan dari keterbelakangan akses pendidikan; kedua mengeluarkan perempuan dari keterbelakangan ilmu pengetahuan, keterpinggiran perempuan yang dikonstruksi budaya hingga keterjajahan perempuan dari berbagai ketidakadilan.
Sunting Melayu menjadi wadah baginya untuk menyebar luaskan gagasannya tentang kemajuan suatu bangsa. Harapan akan adanya partisipasi seluruh elemen masyarakat baik laki-laki maupun perempuan bis akita simak dalam syairnya di Sunting Melayu edisi 27 Juli 1912:
Pelbagai benih boeah fikiran
Percatoeran politik yang bertaboeran
Perempoean dan laki-laki berhamboeran
Peri kemadjoean dan kemanoesian
Ayok mari ke taman Soenting
Hamboerkan benih yang penting-penting
Anyam-menganyam goenting-menggoenting
Haloes dan kasar dahan dan ranting
Perempoean haroes menggerakkan diri
Patoetlah poela mengeloearkan peri
Penarah nan kesat nak hilang doeri
Penghentian goendjing sehari-hari
Akan mendjadi tiroe teladan
Anak padoesi nak jan nyo edan
Anak sekolah madjoe ke medan
Ajaklah hormat merendahkan badan
(Dikutip dari ‘Criksetra’ Jurnal Pendidikan Sejarah STKIP Lubuk Linggau Edisi Vol.9 No.2/ 2020)
Rohana Kudus menuliskan sejumlah artikel penting dalam media yang didirikan dan dipimpinnya itu. Berbagai pemikiran Rohana Kudus bisa jumpai dalam Perhiasan Pakaian (7 Agustus 1912), Gerakan Perempuan Zaman Ini (23 Mei 1913), Perempuan (15 Desember 1918), Mencari Istri (19 Desember 1920).
Selain memuat artikel gagasan pembaruan kaum perempuan, Rohana Kudus juga memanfaatkan medianya untuk mengkritik pemerintah kolonial Belanda. Salah satunya kritik upah rendah buruh perempuan di hutan karet yang berdampak pada banyaknya kasus pelacuran di Deli Serdang yang dimuat dalam Sunting Melayu edisi No.22 tanggal 14 Juni 1915.
Kemunduran Sunting Melayu salah satunya dipicu oleh kepindahan Rohana Kudus ke Medan pada tahun 1920. Kepindahanya tersebut diikuti dengan mundurnya Rohana Kudus dari Sunting Melayu.
Sejak saat itu susunan redaktur Sunting Melayu sering mengalami pergantian dari Zoebaidah Ratna Djoewita yang mundur pada tahun 1921. Sejak saat itu susunan redaktur di Sunting Melayu mulai berganti ganti.
Sejumlah nama pernah menjadi redaktur di Sunting Melayu seperti Siti Nurma Binti SM Kajo di Padang¸ Siti Djatiah di Kayu Tanam, dan Amna A.Karim di Bengkulu. Setelah itu tepat pada 8 Januari 1921, Sunting Melayu memutuskan untuk berhenti terbit.
Karya-karya jurnalistik Rohana Kudus juga tersebar di beberapa media massa lainnya. Diantaranya Saudara Hindia, Perempuan Bergerak, Radio, Cahaya Sumatera, Suara Koto Gadang, Mojopahit, Guntur Bergerak, dan Fajar Asia.
Atas dedikasinya yang luar biasa di bidang pers itu ia memperoleh sejumlah penghargaan. Pertama, pada 17 Agustus 1974 ia ditetapkan sebagai Wartawati Pertama di Indonesia oleh Pemerintah Sumatera Barat. Kedua, pada 9 Februari 1987 ia dinyatakan sebagai Perintis Pers Indonesia oleh Menteri Penerangan, Harmoko.
Penghargaan ketiga diterimanya pada tahun 2008, ia memperoleh Bintang Jasa Utama. Keempat, pada 8 November 2019 ia ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.
Dalam bidang pendidikan ia mendirikan Sekolah Kerajinan Amai Setia (KAS), Rohana School sementara dalam bidang pers ia mendirikan surat kabar Soenting Melajoe.
Pejuang yang memiliki nama asli Siti Rohana itu lahir di Kotogadang, Sumatra Barat pada 20 Desember 1884. Ia wafat pada tanggal 17 Agustus 1972.
Penulis: Kukuh Subekti