ISLAMTODAY ID— Kota Kairouan atau al-Qayrawan, Tunisia merupakan kota Islam pertama di Afrika Utara. Kairouan gerbang Islam di tanah Afrika, sebelum akhirnya Islam menyebar ke Al-Jazair, Maroko hingga Spanyol.
Kota Kairouan secara geografis sangat strategis. Kota ini tumbuh menjadi kota kosmopolitan yang berkembang pesat.
Tunisia dan Kairouan terletak diantara Maroko, Mesir, hingga sejumlah negara di Asia dan Eropa.
“Posisi sentral Tunisia di Laut Tengah menjadikannya sebagai tempat persinggahan bagi barang-barang dari timur dan barat,” ungkap Glaire Dampsey Anderson dalam The Aghlabids and Their Neighbors: An Introduction.
Ekspansi Islam pertama kali ke Kairouan dilakukan oleh Amr bin Ash pada tahun 639 M. Kaum muslimin kembali singgah di Kairouan pada tahun 50 H atau tahun 670 M, yang dipimpin oleh Uqbah bin Nafi.
Pembangunan Kota Kairouan awalnya ditujukan untuk kepentingan kamp militer. Kairouan dalam perkembangannya tumbuh sebagai kota kosmopolitan yang dikenal sibuk jalur perdagangannya.
Kota yang kini berjarak 160 kilometer dari selatan Kota Tunis itu pada masanya terkenal dengan permadaninya. Karpet permadani khas Kairouan berbahan dasar wol yang diberi pewarna alami.
Selain permadani, pada masanya Kota Kairouan juga menjadi daerah transit dan penghubung antara Afrika Utara, dengan Afrika sub Sahara, Eropa dan Irak.
Komoditas perdagangannya pun beragam mulai dari permadani, keramik, kaca, logam, emas, tekstil, gading, biji-bijian hingga budak.
Kota ini mengalami berbagai dinamika perkotaan, salah satunya pada masa Dinasti Abbasiyah. Hal ini ditandai dengan pengangkatan Ibrahim ibnu al-Aghlab oleh Khalifah Harun ar-Rasyid yang berkuasa antara tahun 786 hingga 809 M.
Ibrahim ibnu al-Aghlab merupakan gubernur pertama dari Dinasti Aghlabid di Tunisia. Saat itu wilayah kekuasaan Dinasti Aghlabid hingga ke wilayah Eropa seperti Italia, Malta, Sardinia hingga Korsika.
Kota Intelektual
Pada masa Dinasti Aghlabid, Kairouan tumbuh menjadi kota pusat intelektual. Kairouan memiliki pusat kegiatan intelektual bernama Bayt al-Hikmah atau Rumah Kebijaksanaan pada akhir abad ke-9.
Aktivitas intelektual di sana hampir menyamai Bayt al-Hikmah di Kota Baghdad. Para ilmuwan muslim banyak mempelajari berbagai bidang ilmu seperti kedokteran, astronomi, teknik hingga penerjemahan.
Para ilmuwan kedokteran yang lahir dari Bayt al-Hikmah di Kairouan diantaranya Ziad Ibnu Khalfun, Ishak Ibnu Imran, dan Ishak Ibnu Sulaiman.
Karya-karya mereka banyak diterjemahkan oleh Constantine The African pada abad ke-11. Hasil terjemahannya ke bahasa latin menjadi rujukan utama di Sekolah Kedokteran Salerno, Italia Selatan.
Kitab-kitab karya para ilmuwan muslim dari Kairouan yang diterjemahkan oleh Constantine The African diantaranya berjudul Kitab Al-Maliki karya Ali al-Majusi, Al-Makala fi’l Malikhuliya (Melankolis) dari Ishak Ibnu Imran, Bawl (kencing), al-Humayyat, al-Aghdiya (Diet) karya Ishak al-Israili, dan lain-lain.
Kota Kairouan juga memiliki rumah sakit bernama ad-Dimnah yang didirikan tahun 830 H. Lokasi rumah sakit bersebelahan dengan Masjid Agung Kairouan atau Masjid Uqbah bin Nafi.
Bangunan-bangunan rumah sakit di seluruh wilayah kekuasaan Dinasti Aghlabid diberi nama ad-Dimnah. Kompleks rumah sakit dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti ruang tunggu, masjid, madrasah hingga pemandian umum.
Masjid Agung Kairouan yang dilengkapi dengan perpustakaan dilengkapi dengan manuskrip-manuskrip kuno. Salah satunya dengan penemuan katalog manuskrip terbitan tahun 693 H atau 1293 M.
Penulis: Kukuh Subekti