ISLAMTODAY ID— KH. Wahab Hasbullah adalah salah satu intelektual muslim yang memiliki peran penting dalam perjuangannya kemerdekaan Indonesia. Kiprah penting juga terlihat dalam membangun berbagai gerakan Islam.
Berikut empat gerakan penting yang pernah dipelopori KH. Wahab Hasbullah:
Nahdlatul Wathan
Pertama, ia mendirikan sebuah madrasah bernama Nahdlatul Wathan (NW) yang berarti Kebangkitan Tanah Air. Gerakan kebangkitan yang bergerak di bidang pendidikan ini berdiri pada tahun 1916.
KH. Wahab Hasbullah ingin dari madrasahnya itu lahir para ulama yang mencintai tanah air dan bangsanya. Madrasah tersebut memiliki konsep berbeda dengan pesantren yang lekat dengan tradisi bandongan dan sorogan.
“Awalnya lembaga pendidikan ini hanya lembaga kursus saja, namun belakangan menambah kegiatannya dengan mendirikan madrasah seiring dengan pertumbuhannya yang makin pesat,” ungkaf Safrizal Rambe dalam Sang Penggerak Nahdlatul Ulama.
Madrasah milik KH. Wahab Hasbullah itu mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan yang disesuaikan dengan situasi zaman. Para santrinya selain mendapatkan pengajaran agama juga mendapatkan berbagai bekal keahlian, soft skill.
“Selain berorientasi pada semangat Islam, di sisi yang lain juga menyemaikan spirit nasionalisme ketika Nahdlatul Wathan menyelenggarakan kursus kepemudaan, organisasi, dakwah dan perjuangan yang semuanya ditujukan untuk membangun kecintaan pada tanah air (hubbul wathan),” ujar Safrizal.
KH. Wahab Hasbullah berperan sebagai Pimpinan Dewan Guru di Nahdlatul Wathan. Sejumlah tokoh lainnya seperti KH. Mas Mansur sebelum menjadi tokoh Muhammadiyah merupakan Kepala Madrasah Nahdlatul Wathan.
Dalam gerakan pendidikan ini turut serta KH Ridwan Abdullah sang pencipta lambang NU sebagai Wakil Kepala Madrasah. Sementara itu KH Abdul Kahar berperan sebagai direktur.
Gerakan pendidikan tersebut juga disponsori langsung oleh para tokoh Islam di Surabaya. Sebut saja HOS Tjokroaminoto, Soenjata, Raden Panji Soeroso, KH. Abdul Kahar, termasuk Haji Muhammad Burhan.
Taswirul Afkar
Taswirul Afkar atau Pergoalakan Pemikiran merupakan kelompok diskusi yang didirikan tahun 1916. Para pendirinya ialah KH. Wahab Hasbullah bersama dengan KH. Ahmad Dahlan Ahyad, KH. Mas Mansur dan tokoh Budi Utomo, Mangun.
Keterliabtan tokoh Budi Utomo menujukkan bahwa keberadaan Taswirul Afkar sangat kental akan kepentingan dakwah. Para kiai pada masa itu merasa perlu untuk melakukan dakwah Islam kepada kelompok gerakan Budi Utomo.
“Mereka berfikir untuk memberikan pemahaman Islam kepada para anggota Budi Utomo yang memang kurang pengetahuannya tentang Islam,” ungkap Safrizal.
Safrizal menambahkan berdirinya Taswirul Afkar merupakan wadah pertama umat Islam untuk saling bertukar gagasan dan pemikiran. Pada periode selanjutnya terbentuklah Kongres Al Islam (1922-1927).
Nadlatut Tujjar
Gerakan kebangkitan yang kedua ialah di bidang ekonomi, Nadlatut Tujjar atau Kebangkitan Saudagar. Gerakan ini terinspirasi oleh gerakan Sarekat Dagang Islam (SDI) di Solo yang berhasil memberdayakan para saudagar batik di Laweyan.
Safrizal mengungkapkan Nadlatut Tujjar ini difokuskan pada pemberdayaan para petani. Merupakan wadah yang membantu para petani dalam memasarkan hasil pertaniannya.
“Nadlatut Tujjar (Kebangkitan Pedagang) yang berusaha mengembangkan jaringan bisnis kalangan santri pedagang yang tersebar di wilayah Surabaya, Jombang dan Kediri, tiga daerah yang secara ekonomis memang merupakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur,” jelas Safrizal.
Para saudagar muslim yang tergabung dalam Nadlatut Tujjar diantaranya ialah KH. Hasyim Asy’ari dan Haji Hasan Gipo. Dua orang yang nantinya menjadi pimpinan NU periode pertama.
Para kiai yang juga berprofesi sebagai saudagar itu bersama-sama mendirikan sebuah perusahaan. Dari 45 saudagar muslim di wilayah Surabaya, Jombang dan Kediri itu terkumpullah modal usaha sebanyak 1.175 gulden.
Gerakan ini nantinya dikembangkan oleh NU pada tahun 1937 dengan mendirikan Syirkah Mu’awanah. Koperasi yang dirintis para saudagar muslim tersebut sukses bahkan hingga ke ranah internasional.
Nahdlatul Ulama
Kelahiran NU merupakan gagasan KH. Wahab Hasbullah untuk mempersatukan ulama tradisional. NU menjadi wadah formal untuk memperjuangkan aspirasi gagasan para kiai pesantren terhadap isu-isu keumatan dan keagamaan.
Pembentukkan NU merupakan salah satu respon umat Islam terhadap runtuhnya Kekhalifahan Turki Utsmani pada tahun 1924. KH. Abdul Wahab Hasbullah dari Taswirul Afkar bersama dengan Muhammadiyah, Partai Sarekat Islam (PSI), Al-Irsyad, Al-Atadibiyah dan organisasi lainnya di Hindia Belanda berencana membentuk Komite Khilafah.
Dinamika yang berlangsung dalam Komite Khilafah membuat KH Wahab Hasbullah akhirnya membentuk Komite Hijaz. Komite inilah yang nantinya menjadi cikal bakal terbentuknya NU.
Anggota dari Komite Hijaz ini ialah KH. Wahab Hasbullah, KH. Masyhuri (Lasem), KH. Kholil (Lasem) bertindak sebagai penasehat. KH. Hasan Gipo (Ketua), H. Syaleh Syamil (Wakil Ketua), Muhammad Shidiq (Sekretaris) dan KH. Abdul Halim (Pembantu).
Salah satu musyawarah penting para kiai di Komite Hijaz berlangsung pada 31 Januari 1926 atau bertepatan dengan tanggal 16 Rajab 1344 H. Hasil musyawarah memutuskan pembentukan NU, yang di pimpin oleh KH. Hasyim Asy’ari dan Haji Hasan Gipo.
Penulis: Kukuh Subekti