ISLAMTODAY ID— Sejarah masuknya Islam di Jembrana, Bali dikaitkan dengan kedatangan orang-orang Bugis. Terutama pasca peperangan hebat antara Kesultanan Makassar dengan VOC pada tahun 1660-1661 M.
Berikut ini terkait islamisasi Jembrana yang berlangsung dalam beberapa tahapan. Periode pertama terjadi pasca terjadinya Perjanjian Bongaya antara Kesultanan Makassar dan VOC pada tahun 1667 M.
Tahap I
Informasi ini didapat dari manuskrip kuno aksara Jawi milik Datuk Haji Sirad yang diungkapkan oleh I Wayan Reken dalam Masuknya Agama Islam di Jembrana.
Suku Bugis dinilai sebagai suku bangsa yang gemar berlayar. Bahkan mereka telah mengembangkan kebudayaan maritim selama berabad-abad lamanya.
“Perahu-perahu layar mereka dari tipe penisi dan lambo, telah mengarungi perairan Nusantara dan lebih jauh dari itu telah berlayar sampai Sri Lanka, Filipina untuk berdagang,” ungkap I Wayan Reken dalam buku Islam di Bali Sejarah Masuknya Agama Islam ke Bali.
Jatuhnya Makassar ke tangan VOC pada tahun 1667 membuat sebagian dari keturunan Sultan Wajo itu hijrah ke Bali. VOC bahkan memberlakukan sayembara berhadiah sepuluh ribu ringgit bagi mereka yang berhasil menangkap para keturunan Sultan Wajo.
Salah seorang keturunan Bugis tersebut ialah Daeng Nachoda yang berhijrah pada tahun 1669. Ia pun menjalin hubungan baik dengan penguasa Jembrana, I Gusti Nugrah Pancoran Jembrana.
Hubungan yang bermula dari sekedar hubungan dagang perlahan-lahan menjadi persahabatan yang baik antara umat Islam dari Bugis dengan umat Hindu di Bali. Bahkan salah seorang keluarga dari I Gusti Ngurah Pancoran Jembrana akhirnya memeluk Islam.
Tahap II
Pada tahap II, islamisasi Jembrana berlangsung pada masa kekuasaan Raja I Gusti Agung Alit Takmung yang bergelar Anak Agung Ngurah Jembrana.
Orang-orang muslim yang berasal dari Bugis tidak hanya memegang peranan penting dalam bidang ekonomi. Mereka bahkan dipercaya sebagai pejabat pemerintahan di Jembrana.
“Keluarga Marga Arya Pancoran, arya yang berkuasa terdahulu menjabat kepala pasukan perang didampingi oleh segenap warga muslimin Suku Bugis, Makassar,” tutur I Wayan Reken.
Kiprah para pedagang muslim asal Bugis juga membuat Pancoran, pelabuhan laut Jembrana makin dikenal. Pelayaran para pelaut Bugis yang tinggal di Jembrana bahkan telah sampai di Palembang.
Aktivitas perdagangan para pelaut muslim asal Bugis itu membuat hasil-hasil pertanian Jembrana bisa dijual ke luar Bali. Wujud terimakasihnya raja Jembrana pun memberikan hadiah tanah kepada para pendatang asal Bugis.
“Raja dengan segala suka cita memberikan hak konsensi bermukim, mengingat betapa besar jasa mereka dalam menyalurkan hasil bumi, berupa beras, kelapa, ternak dan lain-lain,” jelas I Wayan Reken.
Para pelaut Bugis juga menyediakan segala kebutuhan pertanian rakyat Jembrana. Pada masa itu kiprah para pelaut muslim tersebut sangat penting bagi kemajuan dan kemakmuran Kerajaan Jembrana.
“Perahu-perahu Bugis, Makassar ini kadangkala memasukkan kuda-kuda dari Pulau Sumbawa… angkutan dan kendaraan yang diperlukan (dan) digermari rakyat,” kata I Wayan Reken.
Selain berhasil memajukan perekonomian di Kerajaan Jembrana. Para pelaut muslim Bugis juga membantu sistem pertahanan di Jembrana, terutama dari beladiri mereka yang terkenal.
Peristiwa ini terjadi ketika Kerajaan Jembrana diserang oleh Kerajaan Tabanan. Pada saat itu Pasukan Raja Cokorde Tabanan dibuat kalangkabut melawan pendekar-pendekar Jembrana.
“Pasukan Cokorde Tabanan bersumpah tiada berani memasuki wilayah Jembrana disebabkan… prajurit-prajuritnya yang mengamuk gagah berani,” pungkas I Wayan Reken.
Penulis: Kukuh Subekti