(IslamToday ID) – Australia sepertinya telah terseret dalam pusaran konflik perang dingin antara China dengan Amerika Serikat (AS). Beijing pun tidak tinggal diam dan memperingatkan kepada Australia untuk menjauhi Washington karena akan sangat berbahaya jika ikut terlibat.
China adalah mitra dagang terbesar Australia, sementara AS adalah salah satu sekutu strategis utama Australia. Tetapi Beijing menyatakan segala bentuk dukungan kepada Washington akan menyebabkan ekonomi Canberra terkena pukulan fatal.
“Jika pemerintahan Trump menjerumuskan dunia ke dalam perang dingin baru, yang memaksa China mengambil tindakan balasan terhadap AS dan sekutunya, akan sangat berbahaya bagi Canberra untuk menjadi pemain di klub diplomatik yang dipimpin oleh AS, mengingat Australia memiliki ketergantungan yang tinggi pada ekonomi China,” tulis media pemerintah China, Global Times dalam laporannya.
“Setelah Australia dianggap sebagai pendukung AS dalam perang dingin baru, hubungan ekonomi China-Australia pasti akan mengalami pukulan fatal,” lanjut laporan tersebut.
“Inilah sebabnya mengapa Canberra perlu mengawasi dengan cermat serangan Washington yang menempatkan perusahaan-perusahaan China dalam daftar sanksi,” imbuhnya, Senin (25/5/2020).
“Ini menawarkan Canberra jendela untuk mengamati apakah akan ada perang dingin baru antara China dan AS dan untuk mempertimbangkan kembali hubungan strategisnya dengan Washington.”
“Kekuatan pencegah ekonomi Australia jauh lebih kecil daripada AS, sehingga China sampai batas tertentu akan menikmati lebih banyak ruang untuk melawan Australia dengan tindakan balasan jika Canberra mendukung Washington. Itu berarti Australia mungkin merasa lebih sakit daripada AS,” papar laporan surat kabar corong Partai Komunis China tersebut.
Pemerintah China telah berulang kali menuduh AS mendorong perang dingin baru, yang semakin memicu prospek perang dagang antara kedua negara.
Menteri Luar Negeri China, Wang Yi menuduh pemerintahan Trump berusaha untuk mengubah China dan mencegah meningkatnya kekuatan super dari modernisasi.
“China tidak punya niat untuk berubah, apalagi mengganti Amerika Serikat,” katanya, Minggu (24/5/2020).
“Sudah waktunya bagi Amerika Serikat untuk melepaskan angan-angannya untuk mengubah China dan menghentikan 1,4 miliar orang dalam perjalanan bersejarah mereka menuju modernisasi.”
Dengan referensi yang tidak terlalu halus kepada Presiden AS Donald Trump dan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo yang telah berulang kali menyatakan Partai Komunis China adalah ancaman bagi dunia, Wang Yi mengatakan serangan politik AS terhadap China terkait dengan virus corona dan masalah perdagangan global sedang menyandera hubungan China-AS. “Dan mendorong kedua negara kita ke ambang perang dingin baru,” ujar Wang Yi.
“Upaya berbahaya ini untuk membalikkan kemauan sejarah guna membatalkan buah dari kerja sama China-AS yang telah berlangsung selama beberapa dekade, meredam prospek pembangunan Amerika sendiri, dan membahayakan stabilitas dan kemakmuran dunia,” kata Wang Yi.
Perseteruan tentang perdagangan telah meningkat ketika ekonomi dunia jatuh akibat pandemi virus corona. AS yang angka kematian akibat Covid-19 mendekati 100.000 jiwa sedang berusaha untuk menyalahkan Partai Komunis China. Sedangkan Beijing mengatakan pemerintahan Trump berusaha menghalang-halangi China menjadi kekuatan global.
Surat kabar Global Times pada Minggu menyatakan bahwa China mempertimbangkan tindakan pembalasan terhadap beberapa politisi Amerika yang memimpin upaya memusuhi Beijing.
“China tidak hanya menyerang balik secara simbolis, tetapi akan memberlakukan tindakan balasan yang akan membuat mereka merasakan sakit,” tulis media tersebut. (wip)