(IslamToday ID) – Parlemen Mesir menyetujui jika pemerintah ingin menempatkan pasukan militer di wilayah perbatasan dengan Libya. Pengerahan pasukan tempur boleh dilakukan guna menangkal gelagat milisi bersenjata di wilayah tersebut.
Parlemen menyatakan itu usai Presiden Abdel Fattah al-Sisi bicara soal kemungkinan melakukan operasi militer di Libya.
“Pengerahan pasukan militer Mesir dalam misi tempur di wilayah perbatasan untuk menjaga keamanan dari kelompok bersenjata dan teroris asing,” ungkap Parlemen Mesir seperti dikutip di Al Jazeera, Selasa (21/7/2020).
Pengerahan akan dilakukan di “front barat”, kemungkinan referensi untuk Libya yang berbatasan dengan Mesir di barat. Langkah ini dapat membawa Mesir dan Turki, yang mendukung pihak berlawanan dalam perang proksi di Libya, ke dalam konfrontasi langsung.
DPR Mesir yang sebagian besar diisi para pendukung Presiden al-Sisi, menyetujui rencana itu dalam sesi tertutup di mana para deputi membahas ancaman yang dihadapi negara dari barat, di mana Mesir berbagi perbatasan dengan Libya yang porak-poranda oleh perang.
Sementara itu, Turki menuntut diakhirinya dukungan terhadap komandan pemberontak Khalifa Haftar di Libya setelah pembicaraan trilateral yang diadakan di Ankara antara pejabat Libya, Turki, dan Malta pada hari Senin.
“Sangat penting bahwa semua jenis bantuan dan dukungan yang diberikan kepada Haftar, yang melarang memastikan perdamaian, ketenangan, keamanan, dan integritas wilayah Libya, berakhir segera,” kata Menteri Pertahanan Turki, Hulusi Akar.
Mesir, Uni Emirat Arab (UEA), dan Rusia telah mendukung pasukan Haftar yang berbasis di timur dalam konflik di Libya, sementara Turki mendukung Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang diakui PBB.
Intervensi lebih lanjut dari Mesir akan semakin mengguncang Libya.
Sebelumnya, pemerintah Mesir mengancam akan melakukan intervensi dalam perang saudara di Libya, jika pasukan GNA memasuki kawasan yang dikuasai oleh pemerintahan Tentara Nasional Libya (LNA) yang dipimpin Jenderal Khalifa Haftar.
Peta konflik di Libya semakin rumit setelah sejumlah negara asing seperti Turki dan Rusia, juga terlibat mendukung kelompok yang saling berlawanan dalam perang saudara di negara itu.
Presiden al-Sisi juga pernah memperingatkan jika pasukan pro-GNA bergerak ke Kota Sirte, maka tindakan itu dapat memicu intervensi militer langsung oleh Mesir. Peringatan ini muncul ketika GNA kembali berusaha merebut Kota Sirte yang dikuasai LNA.
“Bagi negara Libya, campur tangan dalam urusan internal, serangan terhadap kedaulatan, baik melalui deklarasi seperti yang dilakukan oleh presiden Mesir atau dengan dukungan untuk para milisi dan tentara bayaran tidak bisa diterima,” demikian isi pernyataan GNA.
Libya terpecah pasca pemberontakan yang menggulingkan Presiden Muammar Ghadafi pada 2011. Negara itu kini terbagi antara pemerintah di timur yang bersekutu dengan Haftar, dan di Tripoli yang diakui PBB.
Konflik di Libya telah meningkat menjadi perang proksi regional yang dipicu oleh kekuatan asing yang mengirim senjata dan tentara bayaran ke negara itu. [wip]