ISLAMTODAY — Kepala Unit Program Imunisasi WHO, Dr Ann Lindstrand, mengkritik kebijakan vaksin Gotong Royong indovidu berbayar Indonesia.
Dr Ann Lindstrand mengatakan menerapkan mekanisme vaksin berbayar di tengah pandemi bisa menimbulkan masalah etika dan mempersempit akses masyarakat terhadap vaksin.
“Penting bahwa setiap warga negara memiliki akses yang sama terhadap vaksin dan pembayaran apa pun dapat menimbulkan masalah etika dan akses, khususnya selama pandemi. Di saat bersama, kita membutuhkan cakupan dan jumlah vaksin bisa menjangkau semua pihak yang paling rentan,” ujar Ann Lindstrand dalam konferensi pers di Jenewa, dilansir dari situs resmi WHO, Kamis (15/7).
Dr Ann Lindstrand mengungkapkan alasan dasar penerapan vaksin berbayar saat ini tidak lah cukup kuat.
Menurutnya, banyak negara yang mendapat jatah dosis vaksin Covid-19 melalui mekanisme kerja sama multilateral COVAX Facility yang berada di bawah WHO.
Meski setiap pengiriman vaksin ke negara-negara COVAX membutuhkan biaya transportasi, logistik, dan lainnya, Ann Lindstrand mengatakan dana tersebut sudah ditanggung melalui bank pembangunan multilateral, Bank Dunia, dan lembaga internasional lainnya.
“Ada pasokan vaksin dari COVAX melalui kolaborasi UNICEF, WHO, dan lain-lain, tentunya mereka memiliki akses vaksin yang gratis hingga 20 persen dari populasi yang didanai para penyandang kerja sama COVAX. Jadi sama sekali tidak dipungut pembayaran dalam pelaksanaannya,” pungkas Dr Ann Lindstrand.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Program Darurat WHO, Dr Mike Ryan, turut menyinggung situasi Covid-19 Indonesia yang tengah menghadapi lonjakan penularan virus dalam beberapa pekan terakhir.
Bahkan, Dr Mike Ryan, pun menyinggung jumlah kematian harian Covid-19 Indonesia menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara dan melebihi India.
“Kami telah melihat peningkatan kasus sebesar 44 persen selama sepekan terakhir dan peningkatan kematian sebesar 71 persen. Jadi tidak diragukan lagi bahwa Indonesia tengah menghadapi situasi sangat sulit,” jelas Mike Ryan.
“Kita harus jauh lebih maju dengan vaksinasi dan Indonesia seharusnya memiliki lebih banyak akses ke vaksin melalui jalur inisiatif seperti COVAX. Jadi intinya, vaksinasi gratis dalam kampanye melakukan imunisasi massal terutama kaum rentan dan tenaga kesehatan adalah rencananya (Indonesia),” tandasnya.
Untuk diketahui, Pemerintah Indonesia berencana membuka jalur vaksin berbayar mandiri atau Vaksinasi Gotong Royong.
Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.
Vaksin berbayar akan memanfaatkan jaringan klinik yang dimiliki oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk sebanyak 1.300 klinik yang tersebar di Indonesia.
Pemerintah mematok harga Rp321.660 per dosis dengan tarif maksimal pelayanan vaksinasi sebesar Rp117.910 per dosis.
Layanan ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19. Layanan akan dimulai, Senin, 12 Juli 2021. Vaksin Covid-19 yang digunakan adalah vaksin Sinopharm.
Juru Bicara Vaksinasi dari Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi menyatakan biaya layanan vaksinasi berbayar untuk individu ditetapkan pemerintah Rp879.140 per orang.
“Harga itu sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/4643/2021,” kata Siti, Ahad, 11 Juli 2021.
Biaya tersebut mencakup harga vaksin Covid-19 per dosis Rp321.660 ditambah dengan harga layanan Rp117.910 sehingga harga per dosis vaksin yang dibebankan kepada penerima manfaat seharga Rp439.570 per dosis. Maka biaya untuk dua kali suntikan vaksin sebesar Rp 879.140.
Namun, pelaksanaan yang rencananya dibuka kemarin, Senin (12/7) ditunda sementara akibat protes dari sejumlah kelompok masyarakat.[IZ]