ISLAMTODAY — Sejumlah aktivis Myanmar memperingati 33 tahun penindasan berdarah militer pada tahun 1988, Ahad (8/8/2021).
Aksi peringatan ini bertepatan dengan 188 hari setelah kudeta militer 1 Februari terhadap kekuasaan NLD Aung San Suu Kyi.
“Darah yang ditumpahkan pada tahun ’88 harus dibayar kembali pada tahun ’21,” tegas salah satu pemimpin aksi, dilansir dari Myanmar Now.
Seorang aktivis mahasiswa mengatakan aksi ini adalah upaya generasi terkini untuk meneruskan generasi sebelumnya yang berjuang melawan kediktatoran militer.
“Tanggung jawab jatuh pada generasi kita sekarang,” pungkasnya.
Sementara aktivis lainnya menyerukan persatuan di antara kekuatan anti-rezim, termasuk orang-orang dari beragam etnis, dan menekankan ketahanan gerakan perlawanan.
“Perjuangan dan ketahanan publik kami selama enam bulan terakhir adalah bukti terbaik bahwa kami akan mencapai kemenangan,” ujar Tayzar San, seorang aktivis anti-kudeta terkemuka dari Mandalay.
Pemberontakan tahun 1988 merupakan tantangan terbesar bagi pemerintahan militer yang telah berlangsung sejak tahun 1962.
Sementara itu, Min Aung Hlaing merilis sebuah pernyataan yang memuji ulang tahun ASEAN ke-54 tahun, Ahad (8/8).
Namun, Min Aung Hlaing tidak menyinggung utusan khusus ASEAN untuk Myanmar yang telah ditunjuk untuk mengakhiri kekerasan pasca-kudeta dan mendorong pembicaraan antara militer dan oposisi, dilansir dari Anadolu.
Utusan Khusus ASEAN untuk Myanmar, Erywan Yusof, mengatakan bahwa dia harus diberikan akses penuh ke semua pihak saat nanti mengunjungi Myanmar.
Sejak kudeta 1 Februari lalu, dilaporkan 960 orang telah tewas di tangan militer dan lebih dari 7.000 orang ditangkap.[Myanmar Now/AA]