ISLAMTODAY — Ketiga negara besar dunia yaitu China, Rusia dan Iran nampaknya sedang selaras satu sama lain, tetapi itu tidak berarti bahwa mereka membentuk ‘poros timur’ seperti yang diklaim juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatibzadeh mengumumkan pada hari Senin bahwa negaranya bermaksud untuk menandatangani perjanjian kemitraan strategis dengan Rusia. Dalam kata-katanya:
“Pengaturan awal dokumen ini, yang berjudul Perjanjian Global untuk Kerjasama antara Iran dan Rusia, telah diselesaikan.
Kami sedang dalam proses menyelesaikan beragam klausul dokumen dan kami akan mengirimkannya ke Moskow.
Dalam beberapa tahun terakhir kita bersama-sama meningkatkan hubungan antara Iran dan Rusia dan untuk berkonsentrasi pada kemitraan strategis yaitu antara Iran, Cina dan Rusia, yang akan membentuk poros timur.”
Poros itu akan menjadi perkembangan yang saling menguntungkan jika itu benar terlaksana, tetapi deklarasinya tentang “poros timur” antara Iran, China, dan Rusia bisa dibilang merupakan deskripsi yang tidak akurat.
Ketiga negara tersebut adalah anggota Organisasi Kerjasama Shanghai (SCO) dan berkomitmen untuk memfasilitasi Tatanan Dunia Multipolar yang sedang berkembang.
Mereka memiliki sikap yang sangat mirip pada isu-isu tertentu, tak lupa Rusia dan China pada umumnya mendukung Iran pada sebagian besar masalah kecuali jika menyangkut dugaan rencana Republik Islam untuk membangun senjata nuklir.
Kedua negara nyatanya juga telah menyetujui sanksi DK PBB terhadap negara Iran di masa lalu, meskipun saat ini kedua Kekuatan Besar ini menentang tindakan sepihak AS dan Israel atas penentangan terhadap nuklir Iran.
Mengapa Poros Timur Sulit Terbentuk?
Terminologi poros timur secara provokatif membangkitkan mentalitas blok era Perang Dingin Lama yang secara resmi ditentang oleh Rusia dan China yang baru.
Tak satu pun dari negara-negara ini merasa memiliki kewajiban pertahanan timbal balik satu sama lain seperti yang dilakukan AS pada sekutunya bahkan terkadang ketiga negara ini bertentangan akan isu-isu tertentu.
Misalnya, China dan Iran menentang pencabutan Pasal 370 India pada Agustus 2019 sementara Rusia dengan kokoh berdiri di sisi mitra strategisnya yaitu India dan merasa bahwa pasal itu adalah hak pemerintahan India.
Titik pertikaian lain di antara mereka adalah Taliban.
Iran skeptis terhadap kelompok tersebut dan motifnya, sementara Rusia dan China secara komparatif jauh lebih terbuka terhadap Taliban.
Selain itu, sementara Rusia dan Iran adalah sekutu anti-teroris di Suriah, mereka berbeda dalam visi pasca-konflik untuk Republik itu.
Moskow tampaknya mendukung kompromi politik antara Damaskus dan anggota oposisi bersenjata yang dilegitimasi secara internasional.
Sementara Teheran sepenuhnya mendukung keengganan sekutunya yaitu Assad untuk berdamai dengan oposisi bersenjata tersebut.
Fakta-fakta perselisihan yang dipaparkan diatas membuat poros timur nampaknya akan sulit untuk terbentuk.
Tetapi bukan berarti kita dapat menafsirkan bahwa kerjasama multirateral itu tidak akan terjadi.
Ketiganya memiliki kepentingan bersama dalam memajukan tujuan bersama konektivitas Eurasia, yang pada akhirnya Iran dapat memainkan peran sentral karena lokasi geostrategisnya.
Meskipun ketegangan baru-baru ini dengan Azerbaijan telah menimbulkan pertanyaan tentang masa depan Koridor Transportasi Utara-Selatan (NSTC) antara Iran, India, dan Rusia, namun proyek ini masih dapat dicapai melalui pelayaran trans-Kaspia jika ada kemauan politik dan ekonomi yang terpadu.
Ketika berbicara tentang Inisiatif Sabuk & Jalan China (BRI), Iran diprediksi akan menjadi pembangkit tenaga produksi di masa depan karena Beijing dilaporkan menjanjikan investasi senilai $400 miliar selama 25 tahun ke depan.
Keduanya juga dapat terhubung melalui Afghanistan-Tajikistan, Asia Tengah, dan/atau Pakistan.
Selain itu, Iran dapat memanfaatkan kemitraan strategis prospektifnya dengan Rusia untuk menerima lebih banyak senjata dari Moskow sebagai bagian dari “diplomasi militer” Kremlin.
Ini dapat membantu meningkatkan posisi regional Iran sambil mempertahankan keseimbangan kekuatan di antara ketiga negara ini.
Membaca Alasan Iran Melempar Isu Soal Poros Timur
Kembali ke topik deskripsi kontroversial Iran tentang hubungannya dengan China dan Rusia sebagai “poros timur”.
Pernyataan ini disampaikan guna membantu kepentingan Iran.
Teheran ingin memberi sinyal kepada para pesaingnya, terutama poros AS-Israel-negara-negara teluk, bahwa Iran tidak “terisolasi” serta memiliki banyak dukungan penting dari Kekuatan Besar yang berpengaruh.
Tentu saja pernyataan ini akan langsung membuat musuh-musuhnya lebih waspada namun AS, Israel dan negara-negara teluk masih skeptis apakah poros itu dapat terbentuk.
Hal itu karena China dan Rusia juga tidak menentang Israel apalagi negara-negara teluk yang mana telah banyak berinvestasi di China dan Rusia.
Bahkan mereka secara komprehensif memperluas hubungan dengan negara-negara teluk.
Secara keseluruhan, bisa dibilang tidak akurat untuk menggambarkan hubungan antara Rusia, Cina, dan Iran sebagai “poros timur”.
Ketiga negara ini memang telah menikmati hubungan dekat dan bersama-sama bekerja menuju tujuan memajukan multipolaritas, tetapi beberapa perbedaan di antara mereka membatasi kerja sama multilateral itu.