ISLAMTODAY ID —-Tahun 2021, pemberontakan rakyat Myanmar melawan kekuasaan militer telah menandai titik balik kritis kedua dalam sejarah modern negara itu.
Seperti pada tahun 1948, dimana ditandai sebagai tahun kemerdekaan Myanmar dari pengawasan kolonial.
Tetapi pada akhir tahun yang penuh gejolak, masa depan negara itu terjerumus ke dalam pertumpahan darah yang mengarah pada perang saudara antara kekuatan demokrasi melawan rezim militer.
Kekuatan dan kelemahan utama dari kedua aktor utama ini adalah keduanya didominasi oleh mayoritas etnis Bamar Myanmar.
Dan tahun depan hampir pasti akan membawa kejelasan pada pertanyaan menyeluruh tentang pihak mana yang kemungkinan akan menang dalam perjuangan keduanya.
Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF), yang pada bulan April muncul dari penindasan keras militer terhadap protes anti-kudeta damai di kota-kota Myanmar.
Pada bulan-bulan berikutnya, mereka berkembang biak dalam gelombang kemarahan rakyat atas tindakan keras militer dan seringkali mematikan serta berupaya untuk menegaskan kembali cengkeramannya pada politik nasional.
Pada satu titik setidaknya ada 150-200 PDF yang mengklaim beroperasi di hampir semua kota besar di Myanmar tengah serta di beberapa wilayah etnis minoritas.
Reorganisasi dan pengurangan sejak pertengahan tahun telah mengurangi jumlah itu menjadi mungkin 50 kelompok yang lebih mapan.
Kampanye perlawanan mereka telah membuat negara bertekuk lutut.
Awalnya mereka hanya menyasar para pejabat yang ditunjuk militer dan tersangka kolaborator namun saat ini mereka juga telah melakukan serangan langsung di pangkalan militer dan kantor polisi.
Serta telah melumpuhkan pemerintah lokal di banyak bagian negara itu.
Penggunaan alat peledak improvisasi (IED) di mana-mana yang awalnya menargetkan kantor-kantor pemerintah dan konvoi pasukan telah meluas hingga mencapai target infrastruktur seperti kereta api, jembatan, dan menara transmisi ponsel milik Tatmadaw.
Wilayah barat laut Sagaing telah muncul sebagai pusat permusuhan saat ini.
Sebuah pedesaan terpencil di mana dukungan lama untuk pemerintah Liga Demokrasi Nasional (NLD) yang dipimpin Aung San Suu Kyi telah menjadi medan tempur antar pihak-pihak yang berkepentingan.
Sagaing dan kota-kota tetangga di Wilayah Magway telah menjadi pusat pemberontakan PDF terorganisir yang telah jelas mengkhawatirkan bagi Tatmadaw.
Sejak awal November, serangan militer yang sedang berlangsung yang dijuluki “Alaung Min Taya” telah menggunakan serangan udara dan operasi serangan heliborne, tetapi gagal secara mencolok untuk memadamkan perlawanan.
Dari serangan brutal militer Myanmar ini Jelas bahwa terlepas dari dukungan rakyat yang luar biasa, PDF menghadapi dua tantangan yang membayangi.
Persoalan yang Harus di Selesaikan PDF
Yang pertama adalah akses yang memadai ke persenjataan modern.
Sejak April, banyak kelompok telah melengkapi senapan berburu tradisional dengan senjata otomatis yang dibeli dari organisasi bersenjata etnis (EAO) yang berbasis di daerah perbatasan Myanmar.
Selain itu, Tentara Kemerdekaan Kachin (KIA) yang berkekuatan 10.000 orang, yang di negara bagian Kachin utara memproduksi senjata kecilnya sendiri dan telah memberikan bantuan untuk beberapa kelompok PDF di Sagaing.
Di timur, EAO etnis Karen dan Karenni telah menyalurkan pasokan senjata yang diselundupkan dari Thailand.
Tetapi serangan PDF ke militer sebagian besar tetap merupakan serangan berskala rendah dengan operasi yang lebih besar kurang bisa dilakukan karena kurangnya persenjataan pendukung yang berkelanjutan.
Seperti senapan mesin, granat berpeluncur roket (RPG) dan mortir yang diperlukan untuk menyerbu pos-pos tentara dan merebut lebih banyak persenjataan dan amunisi.
Peluncur roket dan mortir darurat yang diproduksi oleh beberapa kelompok sejak Oktober belum menyelesaikan masalah.
Bahkan penggunaan IED, satu-satunya senjata yang telah menjadi ciri khas PDF, juga tidak banyak membantu.
Kedua hal yang harus PDF lakukan adalah koordinasi dan strategi yang diperlukan untuk mengarahkan mereka pada tujuan yang hendak dicapai.
Sejak pertengahan tahun, banyak kelompok berbasis PDF yang berada di kota-kota telah saling bekerjasam, namun aliansi operasional yang lebih luas yang dapat memberikan dampak strategis masih bersifat tidak tetap dan mudah berubah.
Menargetkan perlawanan ke tingkat yang lebih tinggi hampir pasti akan bergantung pada kapasitas pemerintahan bayangan perlawanan anti-junta, Pemerintah Persatuan Nasional (NUG), baik untuk memperkuat hubungannya dengan PDF lokal maupun untuk memberi mereka arahan strategis, dana dan amunisi.
Kegagalan NUG memberikan bantuan ini akan berisiko PDF diisolasi dan dihancurkan sedikit demi sedikit oleh serangan Tatmadaw yang sistematis.
Sejak September ketika mendeklarasikan “perang defensif rakyat” terhadap rezim militer, NUG telah memenangkan hati banyak kelompok PDF, dan setidaknya di Yangon, NUG mendukung serangan terkoordinasi yang menyatukan sel-sel PDF di bawah panji NUG.
Di sisi lain raksasa Tatmadaw dipandang oleh banyak pembuat kebijakan di ibu kota regional dan sekitarnya terlalu besar untuk kalah.
Organisasi, sumber daya, dan sentralitasnya terhadap negara modern pasca-kolonial tampaknya menjelaskan bahwa militer akan terus mendominasi panggung nasional yang secara etnis dan politik terpecah belah.
Tidak dapat disangkal, ada dasar yang kuat untuk perspektif semacam itu dan negara-negara besar, tidak terkecuali India dan China, sebagian besar telah menetapkan kebijakan mereka yang lebih mendukung Tatmadaw.
Tetapi ketika militer meningkatkan upaya perangnya, ia juga menghadapi kerentanan kritis yang akan membebani kemampuannya, dan paling buruk dapat mendorongnya ke arah perpecahan dan bahkan mungkin keruntuhan.
Krisis Personel Tentara Tatmadaw
Tatmadaw sebenarnya tidak pernah mempublikasikan kekuatannya, tetapi dalam pelaporan media, digambarkan bahwa mereka hanya memiliki tentara aktif sebesar 350.000 dan 400.000 personel.
Dihitung berdasarkan struktur angkatan darat dengan kekuatan penuh dan termasuk angkatan udara dan angkatan laut.
Dan menurut ahli militer modern ini adalah jumlah yang sangat kecil.
Maka tak heran masalah perekrutan paksa mulai dari tentara anak hingga remaja telah menyebar dan diakui secara luas.
Bahkan sebelum kudeta, kekuatan Tatmadaw sudah sangat kewalahan menghadapi pasukan pemberontak etnis – Rakhine, Kachin, Karen, Shan dan Wa – yang tersebar di sekitar perbatasan.
Tahun ini, gejolak yang meningkat menjadi pemberontakan di seluruh jantung nasional telah secara dramatis menambah tekanan.
Dalam langkah awal Desember yang secara mencolok menggambarkan tingkat krisis personel, militer mengamanatkan pelatihan senjata ringan untuk anak-anak usia remaja dan istri personel yang bertugas.
Dalam jangka pendek kelemahan Tatmadaw kemungkinan akan dapat dimanfaatkan oleh NUG dan PDF.
Dalam jangka panjang – paruh kedua 2022 dan seterusnya – Tatmadaw berisiko mengalamo persoalan kerentanan serius, bahkan kritis, dalam satu atau kedua skenario serangan NUG-PDF, yang keduanya tidak pasti.
Dengan latar belakang masalah ini, rezim kudeta Myanmar yang terkepung memiliki kepentingan untuk mengeksploitasi keuntungan yang masih dinikmatinya dengan cepat. (Rasya)