ISLAMTODAY ID – Para kekuatan politik di Indonesia bersekutu untuk mendorong Joko Widodo memperpanjang masa jabatannya menjadi 3 periode.
Presiden belum memberikan komentar dan lebih banyak diam.
Sementara itu, jajak pendapat oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukkan lebih dari 70% responden menolak perpanjangan masa jabatan.
Di sisi lain, elit politik akan menganggap langkah seperti itu sebagai kemunduran signifikan bagi demokrasi.
Jurnalis senior dan mantan Pemred The Jakarta Post memperingatkan bahwa ada pikiran “subversif yang berbahaya” dibalik langkah tersebut.
Sejak jatuhnya presiden Suharto dan lahirnya pemerintahan demokratis pada tahun 1998-1999, masyarakat menunjukkan tekad yang kuat untuk melindungi hak mereka dalam memilih pemimpin negara.
“Ini adalah mentalitas berbahaya yang, jika dibiarkan berkembang, akan menjadi resep pasti untuk mengakhiri demokrasi dan kembalinya otoritarianisme,” tulis Bayuni di Jakarta Post, seperti dilansir dari Asia Times, Senin (7/3).
“Semua pembicaraan tentang regresi demokratis akan menjadi ramalan yang terpenuhi dengan sendirinya.”
Tetapi para aktivis pro-demokrasi tidak yakin dengan sikap diam Jokowi, jelas untuk alasan yang baik ketika Partai Golkar Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Amanat Nasional (PAN) secara terbuka mendukung ide tersebut.
Golkar dipimpin oleh Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dan termasuk di antara anggotanya adalah Menteri Kelautan Luhut Panjaitan, tangan kanan presiden yang juga ketua dewan penasihat partai.
Sementara itu, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, yang dipilih langsung oleh Widodo untuk Kabinet keduanya, menjadi salah satu pendukung paling vokal dari perpanjangan tersebut.
Dia mengatakan komunitas bisnis menginginkan penundaan pemilihan untuk memungkinkan pemulihan ekonomi dari pandemi.
Alasan lain terkait dengan pemindahan ibukota ke Kalimantan dan penanganan dampak global dari invasi Rusia di Ukraina.
Meski begitu, berdasarkan UUD 1945 masa jabatan Presiden hanya dua kali periode dalam lima tahun tiap periodenya.
Partai yang Menentang
Pihak PDI-P menolak rencana tersebut dan Megawati Sukarnoputri memiliki harapan posisi Presiden untuk Ketua DPR Puan Maharani.
Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto, seorang loyalis Megawati, mengatakan partainya ingin tetap setia pada Konstitusi.
Dia menunjukkan bahwa gangguan dalam siklus pemilu dapat menyebabkan ketidakstabilan politik.
Selain itu, beberapa partai juga menolak rencana tersebut termasuk Partai Nasdem, Partai Demokrat dan Partai PKS.
Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerinda) peringkat ketiga Menteri Pertahanan Prabowo Subianto juga mengatakan akan mematuhi Konstitusi.
Mereka yang mendukung perpanjangan hanya memiliki 187 kursi di 575 kursi di majelis rendah, dan bahkan dengan dukungan penuh dari majelis tinggi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang memiliki 136 kursi.
Jumalh tersebut masih jauh untuk merubah amandemen.
Pakar hukum konstitusi dan kritikus lainnya mengatakan Jokowi harus lebih eksplisit dalam penolakannya terhadap perpanjangan jika kontroversi ingin dihentikan.
Minggu lalu, dia mengatakan bahwa demokrasi memungkinkan siapa pun untuk mengekspresikan pendapat.
Sejarah Indonesia penuh dengan contoh di mana para pemimpin politik berubah pikiran setelah publik memberi kritikan / tekanan.
Dalam hal itu, Megawati sendiri mengaku sebagai korban.
Dia tidak pernah memaafkan Yudhoyono, yang saat itu menjabat sebagai menteri keamanan utama, karena kembali pada apa yang dia katakan sebagai janjinya untuk tidak mengikuti pemilihan presiden langsung pertama pada tahun 2004, yang dia kalah dengan selisih yang lebar.
Apa yang jelas mendorong pendukung ekstensi adalah bahwa Widodo hampir tidak mungkin dikalahkan dalam pemilihan baru apa pun.
Jajak pendapat LSI terbaru menunjukkan tingkat kepuasan publiknya di 66,6%, turun dari 71,4% Desember lalu tetapi masih mengesankan mengingat tantangan yang dia hadapi.
Survei lain oleh Kompas dan Indopol menempatkan peringkat presiden di atas 70% dalam apa yang dapat diambil sebagai bukti lebih lanjut dari nilai tinggi yang diperoleh mantan walikota untuk menjaga ekonomi tetap bertahan sambil berurusan dengan kesehatan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan krisis tak terduga.
Namun, dilihat dari keseimbangan pendapat, jajak pendapat imajiner di antara sebagian besar analis Indonesia akan menunjukkan keyakinan yang sama bahwa setiap upaya Jokowi untuk memperpanjang sambutannya akan merusak warisan pencapaiannya yang mengesankan.
(Resa/Asia Times)