ITD NEWS —-Dalam perang dunia 1 dan 2 setiap negara yang bertikai tentunya memiliki strategi militer yang digunakan untuk mancapai suatu tujuan dimana tujuan yang paling mencolok adalah membangun supremasi regional dan global hanya untuk ‘orang kulit putih.’.
Negara-negara Asia dan Afrika tersedot ke dalam huru-hara karena sebagian besar negara diperintah oleh ‘kulit putih’.
Penyebutan Australia jarang ditampilkan kecuali digunakan sebagai koloni untuk merehabilitasi ‘warga negara Inggris yang luar biasa,’ yang dipilih oleh pengadilan Inggris.
Banyak penyebab, yaitu militerisme, ultra-nasionalisme, dan bahkan pembunuhan tokoh terkemuka, memicu perang.
Namun, dalam kasus kedua perang dunia, situasi yang memiliki kesamaan adalah pembentukan aliansi/perjanjian antara sekelompok negara yang bertujuan untuk melawan/membatasi pengaruh negara/kelompok negara lain.
Salah satu perjanjian paling terkenal adalah Perjanjian Versailles, yang ditandatangani untuk mengakhiri Perang Dunia Pertama pada tahun 1919. Banyak sejarawan berpendapat bahwa Perjanjian tersebut bukanlah perjanjian damai.
Sebaliknya, itu adalah akar penyebab Perang Dunia Kedua. Traktat dalam perjanjian itu memberlakukan pembatasan yang ketat terhadap Jerman sampai-sampai Jerman merasa terhina, yang menyebabkan lahirnya ideologi Nazi dan kebangkitan Hitler yang menjadi awal mula perang dunia kedua.
Perang Dunia Kedua berakhir karena tindakan paling tidak manusiawi yang dilakukan oleh AS yakni memutuskan untuk menjatuhkan bom atom di kota-kota Jepang pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945.
AS, yang saat itu merupakan salah satu komponen kekuatan Sekutu, menggunakan strategi militer yang paling ceroboh yaitu menguji efek dari bom atom pemusnah massal sebagai demonstrasi teknologi baru.
Mengapa AS mengebom Jepang hampir 3000 km dari daratan AS? Mengapa AS tidak memutuskan untuk mengebom Jerman, pemimpin kekuatan musuh? Apakah ‘warna kulit’ merupakan faktor penentu antara Jepang dan Jerman?
Skenario Pasca Perang Dunia Kedua
Pasca Perang Dunia Kedua, tiga peristiwa penting internasional terjadi yaitu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan kelahiran dua aliansi militer paling menonjol, Pakta Pertahanan Atlantik Utara dan Pakta Warsawa.
Menariknya setelah berusia tujuh puluh lima PBB tiada memiliki pengaruh yang menguntungkan dalam urusan internasional.
NATO ‘mati otak’ seperti yang diklaim oleh Kanselir Jerman Angela Merkel, dan Pakta Warsawa telah dipadamkan setelah terpecahnya Uni Soviet.
Banyak perjanjian dan aliansi baru telah lahir di seluruh dunia, terutama untuk pembangunan ekonomi kawasan melalui peningkatan perdagangan dengan negara-negara yang ramah.
Aliansi Terbaru
Tiga aliansi yang relatif baru pada dasarnya adalah aliansi militer yang ditujukan untuk menahan pengaruh Cina yang meningkat.
Tiga aliansi itu adalah QUAD (AS, Jepang, Australia, dan India sebagai anggota), AUKUS (Australia, Inggris Raya, dan AS sebagai anggota), dan CHIP 4 (Jepang, Korea, Taiwan, dan AS).
QUAD tidak aktif selama lebih dari satu dekade, dengan Jepang dan Australia tidak lagi tertarik untuk menjadi bagian dari QUAD.
Peningkatan bertahap dalam intensitas perang dagang antara AS dan China, yang mencapai puncaknya selama beberapa bulan terakhir masa kepresidenan Trump, memaksa AS untuk meyakinkan Jepang dan Australia untuk bergabung dan berpartisipasi aktif kembali dalam kegiatan QUAD bersama dengan India. .
Sebuah kenyataan pahit telah disadari oleh para ahli strategi militer di seluruh dunia: China tidak dapat dibendung kecuali India adalah bagian dari aliansi tersebut. Posisi unik India di dunia adalah kekuatan sumber daya serta lokasi geografis India.
India tidak dapat menentang keinginan AS karena kebijakan aliansi AS yang dinyatakan telah diatur/terus diatur oleh paradoks “jika Anda tidak bersama kami, Anda melawan kami.”
Bukan hanya India, Australia pun juga terjebak dalam tekanan AS terbukti telah terjadinya perubahan tiba-tiba dalam keputusan Australia untuk mengakuisisi kapal selam bertenaga nuklir dari AS yang merupakan langkah mengejutkan dan memprihatinkan hingga akhirnya mencapai keputusan pembentukan AUKUS.
Dengan bergabungnya Australia ke AUKUS tidak hanya mengundang kemarahan China tetapi juga ‘teman dan sekutu tepercaya’ mereka Prancis. Terbentuknya AUKUS telah menebar benih Perang Dunia Ketiga yang mungkin tidak disengaja.
Standar Ganda Barat
Kecemasan Prancis terhadap Australia dan AS berasal dari kerugian hampir USD 100 Miliar dalam kontrak pembuatan 12 kapal selam diesel-listrik.
Dengan cekatan, AS merebut kontrak dari Prancis dengan menjanjikan untuk memasok kapal selam bertenaga nuklir ke Australia.
Prancis telah membalas dengan kekerasan dalam bahasa diplomatik dengan menarik duta besarnya dari Australia dan AS.
Perilaku ganda Prancis akan sangat jelas jika kita memeriksa reaksi Prancis terhadap beberapa masalah internasional yang menjadi perhatian global.
Apakah tindakan China baru-baru ini untuk menghancurkan kebebasan di Hong Kong dan menyatakan Laut China Selatan sebagai wilayah China mengakibatkan Prancis menarik duta besarnya dari China?
Tidak. Apakah invasi Rusia ke Ukraina mengacak-acak bulu diplomatik di Prancis selama tahap awal perang? Tidak. Oleh karena itu, perilaku bijaksana Prancis menunjukkan kerapuhan hubungan negara-negara ‘berkulit putih’.
Keputusan Joe Biden telah membuat marah Prancis dan seluruh Uni Eropa. Namun, yang mengejutkan adalah bahwa AS menyebut AUKUS sebagai aliansi strategis Indo-Pasifik tanpa India menjadi bagian dari AUKUS.
Pandangan dunia akan membuktikan maksud supremasi kulit putih karena AUKUS menciptakan segitiga negara dengan Australia, Inggris, dan AS.
Peran/Reaksi Negeri Tiongkok
Seperti yang diharapkan, China telah bereaksi keras, setidaknya dalam bahasa diplomatik.
Salah satu pernyataan yang dibuat oleh perwakilan Kementerian Luar Negeri China berbunyi:
“Jika Australia berani memprovokasi China lebih terang-terangan karena itu, atau bahkan mencari kesalahan secara militer, China akan menghukumnya tanpa ampun. Dengan demikian pasukan Australia juga kemungkinan besar akan menjadi gelombang pertama tentara barat yang menyia-nyiakan hidup mereka di Laut Cina Selatan.”
Masalah inti kepemilikan Laut Cina Selatan (LCS) perlu dicermati.
Pada tahun 1940, seorang ahli geografi Cina mencetak peta Laut Cina Selatan dengan garis berbentuk U yang disebut ‘Nine Dash Line.’ Jika keaslian garis tersebut diterima, Cina memiliki hampir 90% Laut Cina Selatan.
Ditambah dengan ketentuan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) dan pulau buatan yang baru dibuat di LCS, yang disebut China sebagai wilayah kedaulatannya, seluruh LCS menjadi wilayah China.
Hampir tidak ada penentangan terhadap klaim China di LCS dalam 70 tahun terakhir (1940-2010).
Masalah LCS menjadi ‘berita’ hanya setelah Permanent Court of Arbitration (PCA) memberikan putusan yang memenangkan Filipina beberapa tahun yang lalu.
Sementara, Aktivitas China dalam membuat pulau buatan diketahui telah dimulai lebih dari satu dekade lalu.
Tidak ada negara yang pernah menyoroti masalah terkait Operasi Kebebasan Navigasi (FONOPS) di LCS dan penentangan China terhadap transit.
Hanya dalam beberapa tahun terakhir (terutama setelah wabah COVID-19 pada Desember 2019) Australia, AS, dan negara-negara ‘Berkulit Putih’ lainnya menekan kedaulatan Tiongkok di LCS serta membuat Vietnam, Filipina, Brunei, Malaysia, dan Taiwan berselisih dengan China atas klaim LCS.
Tetapi negara-negara ini pun tidak mengangkat isu Garis Sembilan Putus dengan intensitas yang sama seperti beberapa tahun terakhir.
Isu tersebut menjadi terkenal ketika pada tahun 2009, China memasukkan peta yang menandai garis Sembilan Putus-putus dan dokumen yang diserahkan ke PBB selama perselisihan dengan Vietnam. Alasan utama perselisihan tersebut terkait dengan kepemilikan pulau Paracel dan Spratly.
Awalnya Nine Dash Line adalah Eleven Dash Line yang dibuat oleh ahli geografi Tiongkok Yang, yang menamai setiap karang/batuan dan menyebutnya LCS.
Majalah Time menerbitkan fitur LCS pada tahun 1947. Namun, pada tahun 1952, Garis Sebelas Putus-putus menjadi Garis Sembilan Putus-putus ketika Presiden Mao Zedong menerima bahwa Teluk Tonkin adalah milik Vietnam.
Namun, bentuk U dari garis ini tetap ada. Setiap garis putus-putus mewakili garis median antara pulau-pulau di LCS dan daratan besar di sekitarnya.
Titik nyala saat ini, yaitu gejolak di LCS, bisa menjadi katalisator untuk menyelimuti seluruh dunia ke dalam Perang Dunia Ketiga.
Titik Nyala Global
Kebuntuan Rusia-Ukraina: Kebuntuan Rusia-AS dan NATO adalah masalah paling eksplosif saat ini. Rusia telah mengumumkan penggunaan nuklir jika dukungan militer ke Ukraina oleh negara-negara NATO yang dipimpin AS berlanjut.
Dunia mengetahui dengan jelas bahwa perang ini akibat dari upaya masuknya Ukraina ke NATO.
Padahal AS berjanji bahwa NATO tidak akan bergerak ke timur, selain Ukraina NATO juga tengah mengejar keanggotaan Finlandia dan Swedia secara aktif tetapi ditentang oleh anggota NATO sendiri yakni Turki dan Hongaria.
Konflik Iran VS Israel
Konflik Iran-Israel atas kemampuan nuklir Iran: Diskusi baru untuk menghidupkan kembali Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) sedang berlangsung.
Terlepas dari hasilnya, Israel tidak akan lagi menunggu dan mengambil tindakan ofensif untuk mencegah Iran memproduksi uranium tingkat senjata. Iran akan membalas, menghasilkan bantuan AS ke Israel, sehingga memperluas spektrum perang.
Perang China VS Taiwan
Ancaman Tiongkok terhadap Taiwan: Provokasi berulang China di wilayah Taiwan berupa formasi besar pesawat tempur/pembom PLAAF tidak hanya untuk unjuk kekuatan tetapi juga untuk mengumpulkan Signals Intelligence (SIGINT) untuk kemungkinan serangan.
Elemen serangan Angkatan Udara Taiwan tersebar di empat pangkalan. Serangan udara oleh China untuk menetralisir keempat pangkalan udara ini tidak dapat dikesampingkan bersamaan dengan serangan amfibi di pantai barat.
Sikap Agresif Korea Utara
Sikap agresif Korea Utara yaitu berupa pengujian berkelanjutan terhadap berbagai SSM (termasuk kelas ICBM) menjadi perhatian dan kekhawatiran Korea Selatan.
Perebutan Pengaruh Militer Rusia & AS di Timur Tengah
Kehadiran militer Rusia dan AS membuat kawasan Timur Tengah masih membara perebutan pengaruh di wilayah kaya minyak seperti di Libya, Suriah hingga Afghanistan membuat situasi kian tidak menentu.
Bila berlanjut kedua negara ini dapat menciptakan perang tak berkesudahan di Timur Tengah.
Peran India Dalam QUAD
Partisipasi aktif India dalam QUAD patut diperhatikan. QUAD adalah aliansi militer yang ditentang oleh dua negara berkekuatan nuklir yaitu China dan Pakistan dimana kedua negara secara konsisten menentang sikap India pada dua masalah penting: Jammu dan Kashmir.
Riak-riak Menuju Gelombang Perang Dunia 3
AS adalah satu-satunya negara yang secara bebas dapat menggunakan senjata pemusnah massal yaitu nuklir bahkan AS dapat menyebarkan senjata nuklir mereka di negara yang dikehendaki.
Baru-baru ini AS berencana menempatkan senjata nuklirnya di Jepang dimana oposisi Jepang menentang upaya AS ini, penentangan ini dapat dimengerti mengingat jepang menjadi satu-satunya negara yang menderita kehancuran akibat senjata nuklir.
Perang Dunia Ketiga Demi Pertahankan Supremasi Kulit Putih
Berbeda dengan Perang Dunia Pertama dan Kedua, yang pada dasarnya diperjuangkan untuk supremasi regional/global oleh ‘Kulit Putih’, Perang Dunia Ketiga Barat akan memperjuangkan diri untuk mempertahankan supremasi Kulit Putih di dunia.
Pembentukan aliansi kulit putih AUKUS dan pasokan kapal selam nuklir oleh AS ke Australia adalah salah satu keputusan strategis yang paling mengerikan – hal itu juga telah menabur benih Perang Dunia Ketiga.
Perang Rusia-Ukraina kini berubah menjadi Rusia vs NATO dan AS. Pertemuan Menteri Luar Negeri G-20 di Delhi pada 3 dan 4 Maret menjadi penting karena berbagai alasan.
Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken menyatakan bahwa akan ada konsekuensi jika China mendukung Rusia secara militer.
China selalu bereaksi negatif terhadap konseling semacam itu (baca peringatan/ancaman), seperti yang terjadi ketika AS memberi China ancaman nuklir selama perang Korea.
Dunia perlahan tapi pasti menuju kemungkinan perang global untuk mempertahankan Kulit Putih atau revolusi perubahaan menjatuhkan hegemoni Kulit Putih.