ISLAMTODAY ID- Eks Letnan Jenderal Udara Taiwan Chang Yan-ting menyatakan bahwa insiden-insiden angkatan China dan AS di Selat Taiwan dan Laut China Selatan adalah bukti China sedang memperluas wilayah dan pengaruhnya.
Pakar Taiwan menilai insiden tersebut terjadi karena tentara PLA China sedang menerapkan taktik “brinkmanship”.
Strategi ini memungkin pihak China mengambil risiko terbesar untuk memaksa AS mundur atau membuat konsesi.
“Ini adalah tren jangka panjang. Seiring dengan meningkatnya kekuatan nasionalnya, mereka ingin berperan lebih besar di panggung internasional,” ujar Eks Letnan Jenderal Udara Taiwan Chang Yan-ting.
“Mereka menginginkan AS untuk membuat konsesi, tetapi tidak peduli seberapa banyak AS mengalah, mereka tidak akan sepenuhnya puas,” ungkap Chang, seperti dilansir dari RFA, Rabu (7/6/2023).
Risiko Adanya Korban
“Insiden-insiden berbahaya antara pasukan Amerika dan China di wilayah tersebut semakin meningkat dan meningkatkan risiko kesalahan, sehingga semakin mungkin bahwa seseorang akan terluka,” ungkap John Kirby, juru bicara Dewan Keamanan Nasional pada Selasa (6/6/2023).
“Saya sangat ingin mendengar Beijing mengakui (kesalahan) apa yang mereka lakukan,” ungkap Kirby.
“Intercept udara dan kelautan terjadi sepanjang waktu. Sial, kami juga melakukannya. Perbedaannya adalah… ketika kami merasa perlu melakukannya, itu dilakukan secara profesional.”
Di sisi lain, Kirby juga menegaskan aksi China tidak akan memukul mundur pasukan AS.
“Ini hanya bagian dari peningkatan agresivitas oleh PRC yang kita hadapi, dan kami siap menghadapinya,” ungkapnya.
Lebih lanjut, pensiunan Laksmana AL Amerika James Starvridis membeberkan ancaman korban jiwa.
“Ini adalah jenis insiden yang dengan mudah dapat menyebabkan tabrakan dan banyak kematian. Perang terjadi karena insiden yang lebih kecil, ” ungkap James Starvridis.
Stavridis menambahkan bahwa penolakan China terhadap undangan untuk pertemuan antara Menteri Pertahanan Lloyd Austin dan rekan sejawatnya Li Shangfu di Forum Keamanan Dialog Shangri-La di Singapura akhir pekan lalu membuat risiko terjadinya kecelakaan semakin besar.
“Amerika Serikat, dengan benar, mengecam China karena menolak untuk berdialog antara kepala pertahanan; sebaliknya, China mengkritik AS karena mencoba menciptakan ‘NATO di Pasifik,’ yang tidak masuk akal. Kedua belah pihak sepertinya saling berbicara tanpa mendengarkan satu sama lain.,” jelas James Starvridis.
(Resa/RFA)