(IslamToday ID) – Perusahaan real estate Juwai IQI melaporkan pasar properti komersial Asia Tenggara menjadi lebih populer di kalangan investor China daratan karena perpecahan politik dan suku bunga yang lebih tinggi mengurangi daya tarik Australia dan AS.
Saat ini, Indonesia menjadi tujuan lepas utama pilihan investasi China di sektor real estat. Lebih lanjut, Malaysia di posisi ketiga dan Thailand di urutan kelima.
Pada tahun 2022, Indonesia dan Malaysia masing-masing berada di urutan keempat dan kelima, sementara Thailand bahkan tidak masuk dalam lima besar.
Sebaliknya, AS, yang merupakan tujuan investasi pilihan tahun lalu, gagal masuk lima besar. Sementara Australia turun ke posisi keempat dari posisi kedua pada 2022.
“Investor menganggap Asia Tenggara sebagai tujuan yang menarik karena hubungan komersial antara China dan negara-negara ini tumbuh, sementara mereka menyusut dengan AS,” ungkap laporan itu, seperti dilansir dari SCMP, Rabu (14/6/2023)
“Ekonomi mereka yang berkembang pesat memberikan peluang di lahan yang dapat dikembangkan, fasilitas pariwisata, kawasan industri, dan fasilitas industri dan logistik.”
Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pada bulan April bahwa tiga ekonomi Asia Tenggara akan tumbuh tahun ini antara 3,4 persen dan 5 persen.
Menurut IMF, Baik AS dan Australia diperkirakan tumbuh hanya 1,6 persen tahun ini.
Suku bunga di AS dan Australia saat ini masing-masing berada pada 5,25 persen dan 4,10 persen, sedangkan di Indonesia, Malaysia dan Thailand berkisar antara 2 persen dan 5,75 persen.
Juwai IQI juga menegaskan bahwa prospek pertumbuhan yang lebih baik untuk negara-negara Asia Tenggara memberi investor lebih banyak insentif untuk menaruh uang mereka di sana.
“Investasi keluar China tertatih-tatih oleh kontrol modal ketat Beijing, dan ini memberikan keuntungan lebih lanjut bagi negara-negara Asia Tenggara karena investor lebih mudah mendapatkan persetujuan untuk proyek di tujuan ini,” tambah laporan itu.
China vs Australia & AS
Hubungan Washington dan Beijing telah memburuk dalam beberapa tahun terakhir dengan perselisihan perdagangan, teknologi, dan bahkan klaim teritorial di Asia yang meningkatkan ketegangan.
Hubungan antara Canberra dan Beijing juga sama dengan keretakan tentang asal mula pandemi virus corona dan larangan perdagangan yang memicu ketidakharmonisan.
Pergeseran preferensi terhadap properti komersial Asia Tenggara kemungkinan akan berlanjut bahkan jika AS dan Australia akan membatalkan pengetatan kebijakan moneter mereka.
“Bukan hanya suku bunga yang menurunkan investasi China di real estat komersial AS. AS juga mengalami penurunan struktural yang telah terjadi sejak 2018,” ungkap Kashif Ansari, salah satu pendiri dan CEO grup Juwai IQI.
“Hal ini terkait dengan preferensi pemerintah China terkait arah outbound investment. Ini juga berkaitan dengan investor yang menggunakan banyak kehati-hatian dan menghindari pasar di mana ketegangan politik di masa depan mungkin membuat segalanya menjadi lebih sulit.”
Pada akhirnya, investor China daratan jauh lebih cenderung membeli real estat komersial di rumah maupun di Hong Kong dan Singapura.
“Dalam tiga bulan pertama tahun ini, sekitar US$4,4 miliar aset domestik dibeli oleh modal China, jauh lebih kecil dari US$500 juta yang mereka investasikan di luar perbatasan negara,” menurut data JLL Capital Markets.
“Investor Tiongkok Daratan sekarang jauh lebih melihat ke dalam di pasar domestik dan hanya mempertimbangkan segelintir pasar seperti Hong Kong dan Singapura ketika mereka pergi ke luar negeri,” ungkap Ada Choi, kepala penelitian pendudukan untuk Asia-Pasifik di CBRE. [res]