JAKARTA, (IslamToday ID) – Isu memerangi radikalisme agama yang kembali mencuat di pemerintahan kedua Jokowi mendapat kritik keras dari mantan Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah. Melalui akun Twitternya, Fahri menyebut radikalisme telah terjebak menjadi industrialisasi, sehingga harus dihentikan.
“Cara pejabat menakut-nakuti bangsa ini dengan isu radikal yang dituduhkan kepada kelompok Islam ini sudah merusak banyak sekali modal sosial kita. Tidak mudah untuk dikembalikan,” kata Fahri di akun Twitternya @fahrihamzah, Minggu (27/10/2019).
Fahri heran kenapa masyarakat Indonesia yang mayoritas Islam bisa ditakut-takuti dengan ajaran Islam. Kenapa masyarakat juga bisa percaya bahwa radikalisme ada di mana-mana dan mengancam negara kesatuan. “Ini ajaib. Contoh dari satu dua ceramah dari ribuan ceramah setiap hari di seluruh Indonesia di-copy dan dijadikan alat bukti,” ungkapnya.
Menurut Fahri, radikalisme atau ekstrimisme ada di semua agama dan aliran, tidak hanya Islam. Bahkan di dalam ilmu juga ada yang ekstrem. “Urusan negara bukan itu, karena publik punya mekanisme untuk menertibkan dirinya. Ada yang namanya wisdom, ada yang namanya common good. Itu hidup dan selalu ada,” ujarnya.
Ia melanjutkan, kalau ada pidana dari ekstremisme pasti itu individu sifatnya, karena hukum itu memakai kata barang siapa. Sehingga tangkap saja dan adili karena itu akan mengoreksi yang lain. “Biarkan pengadilan bekerja dan biarkan mekanisme hukum berlaku untuk kepentingan bersama. Itu caranya,” tegas Fahri.
Tapi, kalau negara bikin kampanye, menuduh agama tertentu (terutama Islam yang mayoritas) dan membuat pernyataan yang aneh bagi kebanyakan orang, lalu menyinggung agama, tempat ibadah, ritual, tradisi, sekolah, cara berpakaian atau penampilan, ini cari perkara dan merusak.
Fahri pun berharap pada Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) yang baru Mahfud MD bisa merevisi narasi radikalisme yang telah membuat orang-orang moderat menjadi radikal karena sebal dengan cara kerja aparat. Ia juga berharap kepada Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto karena dianggap paham soal ini.
“Tolong tertibkan para pedagang isu radikalisme dari negara ini. Pensiunkan mereka secepatnya. Ajak para tokoh agama bersatu, ajak ulama, pendeta, pedanda, pastor dan biksu. Mereka telah menjadi pahlawan kerukunan sepanjang republik ini ada. Mereka lebih tahu apa yang terjadi,” ungkap Fahri.
Ia menyebut, Menko Polhukam yang baru harus bisa mengakhiri bisnis orang-orang yang tidak menghendaki ada persaudaraan dan perdamaian sejati di negeri ini. Mereka bermain di air keruh. Tokoh-tokoh moderat akhirnya jadi ekstrem dan sulit ditarik kembali. Padahal, negara memerlukan solidaritas yang luas dan kuat.
“Mari kita mulai pakai pengetahuan dalam bekerja. Untuk itu saya berharap kepada Prof Moh Mahfud MD sebagai Menko Polhukam yang baru. Saya percaya akan ada kearifan untuk mencegah agar penghukuman dan kriminalisasi kepada penjahat tidak bikin yang lain jadi kesal,” tegas Fahri.
“Kayak permainan kemarin, gara-gara Pak Din Syamsudin kritik pemerintah, lalu dia dituduh membiayai teroris. Ini permainan orang sakit. Sebab kalau Pak Din sebagai tokoh perdamaian dunia yang dikenal dan mendapat penghargaan dari banyak negara disebut teroris, terus kita gimana?” tambahnya.
Ia kembali menegaskan agar negara berhenti sebagai tukang adu domba. Rekonsiliasi yang dicanangkan Jokowi semoga ada dan hadir dalam kenyataan. “Selamat bekerja Prof Moh Mahfud MD, semoga bisa menyatukan kembali bangsa yang hampir pecah oleh sponsor saling tuduh ini,” pungkasnya. (wip)