LAMPUNG, (IslamToday ID) – Presiden Jokowi melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke RSUD Abdul Moeloek yang terletak di Kota Bandar Lampung. Sidak itu menjadi agenda pertama Jokowi dalam kunjungan kerjanya ke Lampung, Jumat (15/11/2019).
“Ini kunjungan mendadak, saya enggak memberi tahu ke siapa pun,” ujar Jokowi dikutip dalam keterangan resminya.
Dalam kesempatan tersebut, Jokowi mengunjungi instalasi rawat jalan RSUD tersebut dan bertanya langsung kepada sejumlah pasien yang ada di lokasi. Ternyata, Jokowi hendak mencari tahu tentang pemanfaatan dan pelayanan BPJS Kesehatan yang diterima oleh para pasien.
“Saya hanya ingin memastikan apakah yang namanya kartu BPJS itu betul-betul sudah dipegang oleh rakyat, oleh pasien yang ada di rumah sakit. Saya cek tadi hampir 90 persen lebih memakai BPJS,” kata Jokowi.
Dari penuturan pasien, Jokowi memperoleh informasi bahwa proporsi kepesertaan BPJS Kesehatan yang ia temui di rumah sakit tersebut justru lebih banyak didominasi oleh peserta yang membayar iuran secara mandiri. Bukan dari peserta program BPJS Kesehatan pembiayaan negara atau daerah.
Padahal, jumlah peserta BPJS Kesehatan terbesar berasal dari kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang dibiayai oleh anggaran APBN. Data BPJS Kesehatan per 31 Oktober 2019 menyebut terdapat 96.055.779 peserta BPJS Kesehatan yang dibiayai oleh APBN.
Jumlah tersebut belum termasuk jumlah peserta dari kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang dibiayai anggaran APBD yang mencapai 37.887.281 peserta berdasarkan data yang sama.
Artinya, lebih dari 133 juta peserta BPJS Kesehatan atau kurang lebih 60 persen dari total kepesertaan BPJS Kesehatan yang mencapai 222.278.708 (per 31 Oktober 2019) ditanggung oleh negara.
“Ini yang mau saya lihat. Karena yang PBI itu kan banyak. Dari pemerintah itu 96 juta plus dari Pemda itu 37 juta. Harusnya ini sudah mencakup 133 juta. Harusnya yang gratis 133 juta. Ada di mana? Siapa yang pegang? Saya hanya ingin memastikan itu,” tuturnya.
Dengan proporsi tersebut, Jokowi mengatakan, seharusnya defisit BPJS Kesehatan yang saat ini terjadi dapat diatasi dengan mengintensifkan atau memperbaiki sistem penagihan iuran peserta BPJS Kesehatan yang ditanggung secara mandiri oleh peserta.
“Kita ini kan sudah bayari yang 96 juta (peserta), dibayar oleh APBN. Tetapi di BPJS terjadi defisit itu karena salah kelola saja. Artinya apa? Yang harusnya bayar pada enggak bayar. Artinya di sisi penagihan yang mestinya diintensifkan,” ujarnya.
Utang ke Rumah Sakit Rp 19 T
Sebelumnya, utang tunggakan BPJS Kesehatan di seluruh rumah sakit Indonesia disebut mencapai Rp 19 triliun. Hal itu dikatakan oleh Direktur Kepatuhan, Hukum dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan Pusat, dr Bayu Wahyudi MKes, Kamis (14/11/2019).
“Tunggakan itu kita sebut gagal bayar (utang). Sampai Oktober 2019, gagal bayar BPJS Kesehatan secara nasional dengan seluruh rumah sakit di Indonesia sebesar Rp 19 triliun. BPJS Kesehatan akan menyelesaikan seluruh tunggakan tersebut,” kata Bayu.
Menurutnya, upaya untuk mengatasi gagal bayar tersebut di antaranya dengan menaikkan iuran BPJS Kesehatan melalui Perpres No 75/2019. Di mana, iuran kelas III yang semula hanya Rp 23.000 per bulan naik menjadi Rp 42.000 per bulan.
Selanjutnya, iuran kelas II dari Rp 51.000 per bulan menjadi Rp 110.000 per bulan dan kelas I yang semula Rp 80.000 per bulan menjadi Rp 160.000 per bulan.
“Upaya lain juga dilakukan dengan melalui suntikan dana dari pemerintah. Dalam waktu dekat ini, akan membantu memberikan dana sebesar Rp 9 triliun kepada BPJS kesehatan untuk mengatasi gagal bayar tersebut,” akunya.
Lanjut Bayu, sedangkan sisa gagal bayar yang Rp 10 triliun lagi sudah dicarikan solusi untuk membayarnya. Namun, tidak disampaikan secara jelas solusinya bagaimana. (wip)
Sumber: Gelora.co, Detik.com