JAKARTA, (IslamToday ID) – Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya memutuskan eks napi korupsi bisa ikut pemilihan kepala daerah (Pilkada). Namun ada beberapa syarat yang harus dipenuhi.
Dalam putusannya, MK menerima dan atau menolak sebagian gugatan uji materiil yang dilayangkan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) atas pasal 7 ayat (2) huruf g UU No 10/2016 tentang Pilkada.
Ketua Majelis Hakim Konstitusi, Anwar Usman yang membacakan hasil putusan MK menyatakan memberikan syarat kepada eks napi korupsi yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih.
Syarat pertama,
menunggu 5 tahun pasca selesai hukumannya untuk mencalonkan diri sebagai calon
gubernur atau calon wakil gubernur, calon bupati atau calon wakil bupati, serta
calon walikota atau calon wakil walikota.
“Berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap,” kata Anwar dalam Sidang
Putusan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (11/12/2019).
Syarat kedua, disebutkan Usman ialah meminta eks napi korupsi
yang hendak mencalonkan diri di Pilkada untuk membuka jati dirinya di muka umum. “Secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya
sebagai mantan terpidana,” jelas Anwar membacakan.
Kemudian syarat ketiga atau yang terakhir adalah eks napi
korupsi bukanlah penjahat yang berulang-ulang melakukan kejahatannya. “Dan tiga, bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang,” pungkasnya.
Menanggapi putusan itu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi PDIP Arif Wibowo
mengatakan, partainya secara tegas tidak akan
mengusulkan calon kepala daerah dari mantan koruptor, meski telah diperbolehkan
MK.
“Kalau putusannya berbunyi kayak gitu, ya boleh. Tapi apakah partai-partai
akan mengusulkan? Saya katakan, PDI Perjuangan tidak akan mengusulkan (eks napi
korupsi),” kata Arif.
Dalam pandangan Arif, syarat untuk menjadi calon kepala daerah yang harus menunggu 5 tahun setelah menjalani hukuman pidana penjara, tidaklah terlalu lama. “Enggak. Saya kira pertimbangannya jelas kalau dia tidak berulang-ulang, tidak mengulangi kejahatannya harus mengumumkan kepada publik,” katanya.
Pasalnya, ada kasus
putusan telah jatuh bahwa ia menjadi terpidana dan mendaftarkan diri ke KPU.
Tapi KPU tidak tahu sehingga diloloskan. “Kalau seperti itu bagaimana?”
tambahnya.
“Sementara undang-undang itu berlaku aktif dan tidak berlaku
surut. Maka kewajiban partai itu menelusuri setiap rekam jejak calon. Dan
putusan MK itu putusan positif sejak dibacakan,” tandasnya. (wip)
Sumber: Detik.com, Rmol.id