JAKARTA, (IslamToday ID) – Indonesia Coruption Watch (ICW) meminta pemerintah pusat mengevaluasi pelaksanaan program dana desa secara menyeluruh. Sebab terdapat sejumlah masalah yang harus diatasi guna mengoptimalkan program yang telah menghabiskan dana sekitar Rp 330 triliun itu.
Menurut peneliti ICW, Almas Sjafrina, evaluasi ataupun laporan tahunan program dana desa masih sebatas pencapaian pembangunan fisik. Belum menyentuh akar-akar masalah yang terjadi saat program itu dijalankan selama lima tahun terakhir.
“Yang kita tahu kan, kalau baca buku laporan tahunan, seolah-olah yang dirayakan itu hanya soal sudah membangun sekian ribu jembatan dan sekian ribu kilometer jalan,” kata Almas dalam diskusi bertajuk “Pengawasan Anggaran Desa” di Gedung KPK Lama, Jakarta Selatan, Selasa (17/12/2019).
Padahal, lanjutnya, terdapat banyak masalah yang perlu dievaluasi langsung oleh pemerintah pusat. Seperti persoalan regulasi, praktik korupsi, transparansi informasi, dan data yang amburadul.
Lebih lanjut, Almas menjelaskan, praktik korupsi yang dilakukan oleh kepala desa semakin marak terjadi sejak diluncurkannya program dana desa. Bahkan, kepala desa kini telah masuk dalam jajaran 10 besar pelaku korupsi terbanyak.
Berdasarkan data tahun 2015-2018, lanjutnya, kasus korupsi di sektor desa itu mencapai 252 kasus. Adapun nilai kerugian negara mencapai Rp 107,7 miliar. “Ini sudah jalan 5 tahun ya, 2015-2019. Sehingga yang penting menurut kami (saat ini) adalah evaluasi penerapan kebijakan itu sendiri,” ucapnya.
Meski demikian, ia menilai, meningkatnya angka korupsi itu bukan berarti program dana desa adalah kebijakan yang buruk. “Jadi kalau di tengah jalan ada masalah, itu adalah satu tantangan yang memang harus kita petakan masalahnya untuk kita selesaikan,” ujarnya.
Almas juga menekankan
pentingnya pemberdayaan masyarakat desa dalam mencegah terjadinya korupsi di desa.
“Yang paling penting itu
adalah membuat masyarakat desa itu berdaya untuk kemudian terlibat dalam proses
perencanaan sampai proses bagaimana dana desa itu dikelola,” ungkapnya.
Almas mencontohkan, dua tahun lalu ICW memiliki program
pemberdayaan warga di sejumlah desa di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Menurutnya, dari progam itu
diketahui bahwa warga bukannya tidak mau terlibat dalam proses perencanaan
hingga pemanfaatan anggaran desa. Namun, mereka memiliki paradigma lama bahwa
urusan anggaran ditangani oleh perangkat desa.
“Mereka masih ada paradigma lama di mana urusan desa itu urusan perangkat desa dan kepala desa saja,” katanya,
Ia menekankan, warga desa harus menyadari hak mereka untuk terlibat langsung dalam pengelolaan anggaran di desa. Kemudian transparansi dana desa itu juga sangat penting dan kemudian membuat masyarakat desa menyadari haknya terlibat langsung.
Almas menyatakan modus korupsi di sektor desa tak jauh berbeda dengan kasus korupsi pada umumnya. Misalnya, terkait penyalahgunaan anggaran dan program fiktif. “Ada faktor yang kita lihat ada kesengajaan. Misalnya ada kasus korupsi desa ketika penggeledahan di kantor desa itu ditemukan kuitansi atau dokumen pembayaran fiktif. Artinya untuk membuat laporan fikitif di desa sendiri itu sudah disiapkan perangkat pelaporan yang fiktif,” katanya. (wip)
Sumber: Republika.co.id, Kompas.com