JAKARTA, (IslamToday ID) – Media mainstream diingatkan untuk tidak mudah menjadikan konten media sosial (medsos) sebagai bahan pemberitaan tanpa memahami kaidah jurnalistik.
Mantan Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo mengatakan banyak banyak survei telah merilis jika medsos justru lebih digandrungi untuk mencari informasi daripada media mainstream. Padahal, konten di medsos banyak dipenuhi berita bohong (hoaks), adu domba, dan politik identitas.
Menurut Yosep, kecenderungan itulah yang justru akan
menyuburkan disinformasi dan mematikan literasi. “Menurut saya, kesalahan teman-teman dari
wartawan media mainstream yang tidak memahami kaidah jurnalistik secara benar,” katanya, Jumat (7/2/2020).
Yosep menyebutkan setiap 9 Februari diperingati sebagai Hari
Pers Nasional (HPN) yang menjadi penanda pentingnya media dalam membangun jati
diri dan mencerdaskan bangsa. Ironisnya, pada era digital ini pers harus
berperang melawan kemajuan teknologi informasi berupa medsos.
“Boleh saja konten medsos menjadi sumber informasi. Akan tetapi, tetap tugas
jurnalistik itu adalah melakukan cek dan ricek, memeriksa fakta, kemudian
setiap informasi itu harus diverifikasi, klarifikasi, dan dikonfrontasi kepada
pihak-pihak terkait,” jelas Yosep.
Menurutnya, untuk menjadikan sebuah
berita menjadi produk jurnalistik harus sesuai dengan kode etik jurnalistik.
Sedangkan di medsos siapa saja bisa menulis tanpa mengikuti kode etik
jurnalistik.
“Media mainstream tidak bisa begitu saja menggunakan konten dari medsos,
misalnya dari Facebook untuk jadi berita. Karena kalau ada pihak yang
berkeberatan, itu bisa dilaporkan ke polisi,” katanya.
Polisi akan berkoordinasi dengan Dewan Pers. Kalau kemudian
Dewan Pers mengatakan itu bukan produk jurnalistik, bisa terkena UU ITE atau UU
pidana yang lain. Dalam UU Pers menyebutkan produk jurnalistik adalah produk
berita yang dihasilkan sebuah badan hukum yang dilakukan oleh wartawan.
“Sayangnya, para pejabat kita banyak yang tidak paham mengenai ini sehingga
mereka sering kali menggunakan medsos untuk menerima informasi dari orang-orang
yang tidak jelas dan tidak berbadan hukum, sehingga muncullah yang namanya hoaks,” ucap Yosep.
Selain itu, Yosep juga mengungkapkan di medsos semua orang
bisa menulis yang kemudian bisa diteruskan ke mana-mana hingga kemudian viral.
Ia mencontohkan pemberitaan tentang virus corona. Sejauh ini media mainstream
yang berbadan hukum tetap melakukan klarifikasi dari sumber-sumber resmi,
seperti Kementerian Kesehatan dan Kementerian Luar Negeri.
“Akan tetapi, kalau di medsos tidak. Celakanya malah yang di medsos yang
cepat viral,” kata mantan Wakil Ketua dan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (Komnas HAM) itu.
Jika ada media online yang banyak mengutip
sumber dari media sosial, menurutnya, tinggal dicek saja media
online-nya berbadan hukum atau tidak di situs Dewan Pers karena Dewan Pers
pasti akan melakukan uji kompetensi, kemudian melakukan verifikasi perusahaan
pers.
“Tinggal sekarang bagaimana kita melakukan media literasi kepada masyarakat,
khususnya tentang literasi digital agar masyarakat bisa mencari sumber
informasi rujukan yang benar,” jelasnya.
Yosep berharap pemerintah bersama Dewan Pers bersinergi
membangun wawasan tentang media literasi, sementara masyarakat juga harus
berperan aktif melaporkan informasi yang tidak benar. (wip)
Sumber: Republika.co.id, Antaranews.com