JAKARTA, (IslamToday ID) – Partai Islam Indonesia generasi pertama, Partai Masyumi digadang-gadang bakal hadir kembali untuk memperjuangkan kepentingan Islam. Ini ditandai dengan adanya pertemuan yang dihadiri oleh keluarga besar, zuriyah, dan pecinta Masyumi dari berbagai penjuru Tanah Air.
Pertemuan dilakukan di Aula Dewan Dakwah, Kramat Raya, Senen, Jakarta Pusat, Sabtu (7/3/2020). Dalam pertemuan tersebut digagas dengan nama “Masyumi Reborn”.
“Alhamdulillah, sepertinya keluarga besar Masyumi menunggu. Begitu ada acara silaturahmi, mereka datang dan hari ini melebihi jumlah yang kita perkirakan,” kata Ketua Panitia Acara Masyumi Reborn, Jeffry Ahmad Kurniadi, Sabtu (7/3/2020).
Ia mengatakan, kegiatan ini untuk mempererat silaturahmi keluarga besar Masyumi. Selain itu, acara ini menjadi ajang urun rembug terkait wacana pendirian partai Islam ideologis dan kaffah.
“Kondisi (negara) sekarang tidak sesuai dengan yang diinginkan Masyumi. Makanya kita bertekad mewacanakan partai Islam ideologis, jelas jadi hitam dan putih,” kata Jeffry.
Adapun secara teknis, persiapan pembentukan partai Islam ideologis ini akan dirumuskan oleh Badan Penyelidik Usaha Usaha Persiapan Partai Islam Ideologis (BPUPPI). Tugasnya membentuk pengurus di setiap daerah. “Jadi, ini belum apa-apa, masih jauh. Tapi alhamdulillah animonya bagus,” katanya.
Jeffry menyebutkan, latar belakang munculnya wacana pembentukan partai Islam ideologis, karena ia mengganggap aspirasi umat Islam belum terakomodir dengan baik. Bahkan, partai berbasis massa Islam yang ada dinilai belum berperan maksimal.
“Jadi, nanti para ulama bermusyawarah bermufakat mengangkat pemimpin, bukan seperti sekarang, one man one vote. Akhirnya apa? Tukang garong bisa jadi pemimpin, sangat jauh dari Islam,” ujarnya.
Mengenai nama partai, ia mengakui belum diputuskan. Namun, cita-cita dan tujuan partai ini merujuk kepada Partai Masyumi.
“Kenapa Masyumi kita angkat? Karena sejarah jelas membuktikan partai politik yang betul-betul berpolitik dengan santun adalah partai Masyumi,” tutur Jeffry.
Ideologi Islam
Tujuan yang menjadi bagian tidak terpisahkan dalam sejarah Partai Masyumi tercantum pada anggaran dasarnya, yaitu untuk terlaksananya ajaran dan hukum Islam di dalam kehidupan perorangan, masyarakat, dan negara Republik Indonesia (RI) menuju keridhaan Illahi.
Ini dapat diartikan bahwa Masyumi bertujuan untuk menciptakan Indonesia yang bercorak Islam, tetapi dengan memberikan kebebasan penuh pada golongan lain untuk berbuat dan memperjuangkan aspirasi politik sesuai dengan agama dan ideologinya masing-masing.
Pada 6 Juli 1947 dikeluarkan ideologi Partai Masyumi dalam manifesto politiknya dengan menyebut ideologi Islam dan dikukuhkan dengan Anggaran Dasar (AD) Partai Masyumi pada Muktamar Masyumi ke-6 pada Agustus 1952.
Partai Masyumi adalah partai politik Islam terbesar yang berdiri selama era demokrasi liberal di Indonesia pada kurun waktu 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959, saat dimana Presiden Soekarno mendasarkan pemerintahannya berdasarkan Undang-undang Dasar Serikat (UUDS) 1950. Secara politis, kedudukan umat Islam di Indonesia pada bulan-bulan pertama setelah proklamasi kemerdekaan tidak terlalu menggembirakan.
Sebagai salah satu partai yang berdiri pada awal-awal kemerdekaan Indonesia, Masyumi adalah partai Islam yang pernah terlibat dalam pemerintahan. Dengan kedudukannya tersebut, Masyumi ikut dalam asas politik di Indonesia.
Keterlibatan Masyumi bisa dikatakan untuk menyalurkan aspirasi rakyat muslim pada saat itu, sehingga dapat mempersatukan hampir semua organisasi Islam di Indonesia. Menurut M Natsir, salah satu tokoh Masyumi pada waktu itu, Islam dipandang bukan hanya sebagai agama saja, melainkan suatu falsafah hidup yang tidak dapat memisahkan antara agama dan politik.
Hak Konstitusional
Wacana menghadirkan kembali Partai Masyumi mendapat banyak tanggapan dari masyarakat dan sejumlah tokoh. Tak mau ketinggalan, Sekjen PPP Arsul Sani turut menyampaikan komentar.
“Welcome aboard ’Masyumi Reborn’ dalam sistem multipartai di alam demokrasi,” ujar Arsul, Kamis (5/3/2020).
Ia yang juga sebagai Wakil Ketua MPR ini mempersilakan Masyumi Reborn berikhtiar. “Silakan berikhtiar, yang penting tidak usah menegatifkan apalagi menegasikan parpol Islam yang ada,” kata anggota Komisi III DPR ini.
Sedangkan Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute, Karyono Wibowo menyatakan wacana untuk menghidupkan kembali kejayaan Partai Masyumi merupakan hak konstitusional dan hak politik warga negara untuk berserikat dan berkumpul. Gagasan tersebut sangat ideal dan menjanjikan sebuah harapan.
Menurutnya, gagasan “Masyumi Reborn” tampaknya dilatarbelakangi oleh kejayaan masa lalu, dimana Partai Masyumi pernah menjadi partai terbesar kedua setelah Partai Nasional Indonesia (PNI) pada Pemilu 1955.
“Namun untuk mewujudkan kejayaan Masyumi di masa kini tentu tidak mudah. Apalagi menjadikan Partai Masyumi sebagai satu-satunya partai Islam, akan menghadapi berbagai tantangan berat, terutama menghadapi sindrom tumbuhnya partai politik di tengah euforia demokrasi yang membuka ruang bagi siapapun termasuk tokoh-tokoh Islam untuk mendirikan partai politik,” katanya, Jumat (6/3/2020).
Karena itu, kata Karyono, upaya untuk mewujudkan Partai Masyumi sebagai wadah tunggal umat Islam diperlukan kerja keras dan waktu yang sangat panjang untuk menyatukan visi, kesamaan pandangan, dan satu kesamaan kepentingan umat Islam.
“Gagasan tersebut bisa diakselerasi jika ada momentum yang dapat membuat tokoh dan pemimpin umat Islam bersatu. Tapi sekali lagi, langkah tersebut tidak semudah membalikkan telapak tangan,” ujarnya.
Karyono mengatakan, mengembalikan kejayaan Masyumi di masa lalu tidak bisa hanya dengan cara “copy paste”. Pasalnya zaman sudah berubah, dinamika politik sudah berubah, cara pandang masyarakat telah mengalami pergeseran.
Karyono berpendapat bahwa ideologi politik semakin tidak relevan di antara orang-orang “masuk akal”, dan bahwa pemerintahan masa depan akan didorong oleh penyesuaian teknologi sedikit demi sedikit dari sistem yang ada.
Terkait wacana “Masyumi Reborn” atau menghadirkan kembali Partai Masyumi, kata Karyono, sejatinya bukan hal baru. Pada Pemilu 1999 sudah ada partai yang menggunakan nama Masyumi Baru.
“Partai ini gagal memperoleh kursi di parlemen karena hanya mendapatkan suara sebanyak 152.589 suara atau 0,14 persen. Partai ini sama sekali tidak mendapatkan kursi di DPR,” pungkasnya. (wip)
Sumber: Sejarahlengkap.com, Jitunews.com, Indonesiainside.com, Sindonews.com