“Rakyat dipuaskan dengan “sangu” langsung dari Presiden yang nilainya tidak seberapa, dibanding dengan yang seharusnya mereka terima dari negara”-Muhammad Sohibul Iman-
IslamToday ID –Politik Sangu, begitulah istilah yang dipakai Presiden PKS, Muhammad Sohibul Iman (MSI), dalam menyikapi bagi bagi sembako yang dilakukan Presiden Jokowi di tengah pandemic corona. Rakyat dipuaskan dengan pemberian yang nilainya jauh dari yang seharusnya didapatkan.
Sebelumnya, Jum’at Malam (12/4/2020) Presiden Jokowi dikabarkan membagikan sembako di sekitar Istana Kepresidenan Bogor. Pembagian sembako berlangsung hanya sekitar 20-30 menit. Dalam video yang viral dimedia social, pembagian sembako itu diberikan kepada driver ojek online dan masyarakat.
Aksi bagi-bagi sembako yang dilakukan langsung oleh presiden Jokowi ditengah pandemic corona ini bukan yang pertama. Sebelumnya, Presiden membagikan 400 paket sembako di jalan dekat Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (9/10).
Politik Sangu
Istilah sangu sudah akrab ditelinga orang jawa. Sangu berate bekal. Jika anak-anak hendak berangkat ke sekolah orang tua tidak lupa memberi bekal. Begitu juga saat hendak bepergian, kita juga tidak lupa untuk membawa ‘sangu’.
Tentu nilai sangu relatif. Tapi yang jelas jumlahnya sekedar cukup untuk perjalanan atau untuk jajan. Lantas, apakah sembako Presiden Jokowi, cukupkah untuk menghadapi 14 hari masa Pembatasan Social Skala Besar (PSBB) yang ditetapkan pemerintah? Tentu tidak, itulah mengapa MSI menyebutnya sebagai ‘Politik Sangu’.
Memang ironis, efek gulir corona yang mengguncang ekonomi rakyat diselesaikan dengan bagi-bagi sembako. Tidak heran jika MSI melalui akun twitternya menyebut bagi bagi sembako ini sudah menjadi pilihan Politik Presiden Jokowi. Padahal PResien Jokowi memegang kendali kekuasan dan bisa membuat rakyat lebih sejahtera, dengan kebijakan yang tepat.
“Bagi saya, ini adalah cara-cara yang tidak masuk akal. Tapi tidak demikian pagi pak Jokowi, sepertinya sudah menjadi pilihan politik. Itulah politik sangu. Rakyat dipuaskan dengan “sangu” langsung dari Presiden yang nilainya tidak seberapa, dibanding dengan yang seharusnya mereka terima dari negara ,” ujarnya melalui akun twitter, Senin (13/4/2020)
Bagi-bagi sembako langsung oleh Presiden di Jalan dinilai kuran etis. Rakyat seolah diperlakukan sebgai pengharap rasa iba. MSI menuturkan, konon, bagi-bagi uang kepada rakyat itu kebiasaan raja-raja dulu dan konon dilakukan tiap kamis. Karena sudah rutin, maka rakyat terbiasa nunggu pembagian tersebut tiap kemisan (ngemisan).
“Wallahu alam, benar tidaknya,” ujar MSI
Berdasarkan data terakhir Kementerian Ketenagakerjaan jumlah pekerja/buruh/tenaga kerja yang sudah dirumahkan hingga di-PHK kini sudah mencapai sebanyak 1.506.713 orang. Sedangkan jumlah pekerja yang dirumahkan sudah mencapai 1.080.765 pekerja. .
Kepemimpinan
Bagi bagi sembako dijalan oleh seorang presiden juga menunjukan kompetensi kepemimpinan yang memprihatinkan. Sebab, Presiden memiliki kekuasaan lengkap dengan sumberdaya pendukung seperti menteri, kepala daerah, hingga ketua RT. Selain itu juga ditopang dengan anggaran negara dan regulasi hukum.
“salah satu ciri pemimpin kompeten adlh memerintah dengan sistem, bukan semau sendiri,” ujarnya
MSI menambahkan, sistem memang tidak ada yang sempurna, tapi pemimpin bisa memperbaiki. Dengan sistem, perlindungan negara kepada rakyat relatif merata dan optimal
“Sebaliknya jika tanpa sistem (seperti politik sangu). Yang muncul Sinterklas,” kata Presiden PKS itu
Seperti dilaporkan tempo.co, aksi bagi-bagi sembako yang dilakukan PResiden Jokowi di Istana Bogor Jum’at malam (10/4/2020), disayangkan Oleh Ketua DPRD Kabupaten Bogor Rudy Susmanto.
Menurut Rudy, harusnya Jokowi tidak membagikan sembako kepada masyarakat secara langsung. Sebagai kepala negara, Jokowi bisa meminta bantuan kepala daerah dan menginstruksikan RT/RW dalam pendistribusian sembako kepada warga.
“Kalau melalui RT dan RW akan lebih tertib dan meminimalisir dobel penerima, Ahad (12/4/2020)
Lanjutnya, pembagian sembako yang dilakukan Presiden Jokowi, justru berbahaya bagi warga, sebab dilakukan di pinggir jalan. Selain itu juga melanggar aturan PSBB yang diupayakan pemerintah daerah dalam memutus penyebaran penularan corona virus (Covid-19)
“Apalagi kita baru dapat rekomendasi PSBB, kalau seperti itu mana pembatasan sosialnya,” imbuhnya
Kendati demikian, kepedulian tersebut patut diapresiasi. Namun hedaknya handaknya pembagiannya menerapkan protokol kesehatan dan tidak mengundang kerumunan warga.
Penulis: Arief Setiyanto