IslamToday ID –Pemberian asimilasi terhadap narapidana daqlam rangka mencegah resiko penularan corona, ternyata menimbulkan persolan baru. Mereka yang dibebaskan ternyata justru mengulang kejahatannya. Tidak hanya itu, terungkap fakta pembebasan narapidana dibandrol Rp 5 juta.
Tiket Bebas
Terbetik kabar, pembebasan napi dengan program asimilasi dimanfaatkan oleh oknum petugas. Bahkan, seorang napi yang saat ini sudah bebas lewat program asimilasi mengaku harus membayar jutaan untuk mendapatkan ‘tiket’ bebas.
Seperti dikabarkan Tribun Jakarta, Seorang napi berinial A (37) mengaku dirinya diminta uang Rp 5 juta oleh oknum petugas demi bisa dapat tiket asimilasi. Sejumlah narapidana lain yang sudah memenuhi syarat dapat asimilasi pun ditawari bila ingin bebas. Jika uang sudah masuk, mereka para napi baru dipanggil untuk mendapat asimilasi.
“Kalau enggak bayar enggak bakalan keluarlah. Istilahnya ini ‘tiket’ makanya harganya lumayan. Dikasihnya lewat napi lain sih, kepercayaan petugas lah,” kungkapnya Selasa (14/4/2020),
Narapidana Lapas Cipinang lainnya, S (41) juga mengaku dimintai uang agar dapat menghirup udara bebas. S menuturkan para narapidana yang ‘ditarik’ uang demi dapat asimilasi tidak keberatan karena mereka dapat bebas meski harus rutin wajib lapor. S mengaku bersedia membayar karena semakin lama mendekam dalam penjara semakin banyak pengeluaran.
“Itu juga sempat saya tawar. Awalnya diminta Rp7 juta, cuma karena saya sanggupnya Rp 5 juta dikasih. Saya mikir di dalam lebih lama malah habis duit banyak, kan di dalam juga keluar uang,” tutur S.
Plt Dirjen PAS Kemenkum HAM Nugroho mengaku sudah mendengar adanya oknum petugas yang meminta uang imbalan ke narapidana dalam program asimilasi. Pihaknya pun sudah membentuk tim guna menyelidiki kasus tersebut, bila terbukti pihaknya tak segan mencopot oknum petugas tersebut.
“Bila perlu Kakanwilnya, Kadivpasnya, dan apa yang terlibat copot saja sudah. Pak Menteri sudah bilang gitu,” kata Nugroho.
Mengulang Kejahatan.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nugroho mengatakan, sebanyak 12 narapidana yang keluar melalui program asimilasi saat pandemi Virus Corona atau Covid-19 dikembalikan lagi ke penjara dan ditempatkan di sel pengasingan lantaran membuat ulah.
“Sampai dengan saat ini, 12 napi yang berulah dari sekitar 36 ribuan yang sudah dikeluarkan,” katanya seperti dikutip dari Antara.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menginstruksikan narapidana yang kembali melakukan tindak kejahatan setelah dilepas akan diberi sanksi berat. Kepala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Rika Aprianti, mengatakan bahwa 12 napi itu akan ditempatkan di sel pengasingan.
“12 napi itu dicabut hak asimilasinya, yang artinya dia harus kembali ke Lapas, Rutan maupun LPKA di mana dia sebelumnya menjalani pidana. Menjalankan sisa [hukuman] yang tadinya bisa dijalankan di luar, dijalankan di dalam Lapas, Rutan dan LPKA,” kata Rika.
Keputusan Yasonna
Sebelumnya dengan alasan mengurangi rantai penyebaran virus corona di lapas dan dan rutan yang melebihi kapasitas, Menkumham Yasonna H. Laoly, telah membebaskan 36.554 narapidana di tengah pandemi virus corona (Covid-19).
Yasonna mengatakan, kebijakan pembebasan narapidana di tengah pandemi covid-19 merupakan rekomendasi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sejumlah negara yang turut mengambil kebijakan ini. Antara lain; Amerika Serikat membebaskan 8.000 napi, Inggris dan Wales 4.000 napi, Iran 85.000 napi dan 10.000 tahanan politik.
Kemudian Bahrain membebaskan 1.500 napi, Israel 500 napi, Yunani 15.000 napi, Polandia 10.000 napi, Brazil 34.000 napi, Afghanistan 10.000 napi, Tunisia 1.420 napi, Kanada 1.000 napi, dan Prancis 5.000 napi.
“Kebijakan memberikan asimilasi dan integrasi pada warga binaan di lapas serta rutan over kapasitas juga dilakukan atas rekomendasi PBB untuk seluruh dunia,” kata Yasonna lewat keterangan resmi, Kamis (16/4).
Kemenkumham menyatakan negara bisa menghemat anggaran sebanyak Rp260 miliar dari pembebasan 30 ribu lebih narapidana dan napi anak guna menekan penyebaran virus corona di lapas dan rutan itu.
Penulis: Ades Satria
Editor: Arief Setiyanto