IslamToday ID – Pandemi corona virus (COVID-19) mengggoyang perekonomian Indonesia. Defisit APBN membengkak, jumlah pengangguran semakin bertambah, pertumbuhan ekonomi anjlok, penerimaan pajak jeblok, jumlah orang miskin bertambah. Pandemi COVID-19 benar-benar membuat Indonesia di ambang krisis ekonomi.
Menkeu Sri Mulyani mengatakan penerimaan tahun ini di proyeksi akan minus 10%. Selain itu tambahan stimulus penanganan dampak COVID-19 sebesar Rp 405, 1 triliun menyebabkan defisit anggaran membengkak ke 5,07% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Tidak hanya itu BPS mencatat jumlah orang miskin di Indonesia per bulan September 2019 sebanyak 24,79 juta jiwa atau 9,22%. Menkeu memprediksi jumlah orang miskin akan meningkat seiring dengan terseok-seoknya ekonomi Indonesia akibat pandemic covid-19.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengatakan, sebanyak 1,1 juta orang berpotensi menjadi miskin. Bahkan, bisa lebih banyak lagi jika kondisi semakin memburuk.
“Dalam skenario berat, (angka kemiskinan) bisa naik 1,1 juta orang atau dalam skenario lebih berat kita akan 3,78 juta orang,” ujarnya.
Sementara itu, SMERU Research Institute memprediksi skenario paling ringan, yakni pertumbuhan ekonomi 4,2%, angka kemiskinan diperkirakan naik menjadi 9,7% atau bertambah 1,3 juta orang. Pada skenario moderat, jika perekonomian tumbuh 2,1%, jumlah orang miskin bertambah 3,9 juta orang. Adapun dalam skenario terburuk, yakni pertumbuhan ekonomi hanya 1%, penduduk miskin bertambah 12,4% atau setara 8,45 juta orang.
Ekonom Center Of Reform On Economics (CORE) Indonesia, muhammad ishak razak, menambahkan, mewabahnya covid-19 menyebabkan terjadinya lonjakan jumlah penduduk jatuh ke bawah garis kemiskinan. Penduduk rentan miskin dan hampir miskin, kelas menengah tanggung saat ini berjumlah 66,7 juta jiwa atau 25% dari total jumlah penduduk di indonesia.
Stimulus yang Tepat
Dalam rangka menangani dampak pandemi COVID-19 pemerintah menyiapkan stimulus Rp 450,1 triliun Rinciannya, Rp 75 triliun untuk belanja bidang kesehatan termasuk insentif tenaga medis dan paramedis, Rp 110 triliun untuk perlindungan sosial, Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan serta stimulus kredit usaha rakyat, dan Rp 150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional
Namun, Stimulus yang telah dikeluarkan pemerintah dinilai belum ideal, sebab ada 93 juta masyarakat miskin dan rentan miskin, serta pengusaha kecil dan pekerja informal yang belum terjangkau bantuan.
Rosan Perkasa Roeslani, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin), menyarankan pemerintah untuk menambah stimulus dari Rp 405 triliun menjadi Rp 1.600 triliun, untuk mitigasi dan penanganan dampak Covid -19.
Rosan merinci, setidaknya butuh Rp 600 triliun untuk program jaring pengaman sosial, Rp 400 triliun dana kesehatan, dana finansial perbankan sebesar Rp 500 triliun sampai Rp 600 triliun.
“Kami melihat bahwa kebutuhannya sebesar Rp 1.500 triliun sampai Rp 1.600 triliun. Untuk social safety net saja Rp 600 triliun karena pekerja kita lebih banyak sektor informalnya, daripada sektor formalnya, termasuk masyarakat miskin dan rentan miskin ada 93 juta orang,” kata Rosan kepada Antara di Jakarta, Jumat.
Peneliti senior Institute of Developing Entrepreneurship (IDE), Sutrisno Iwantono juga menyarankan hal yang sama. Bahkan menurutnya butuh Rp 2.000 triliun jika apabila jangka waktu pandemic covid-19 berkepanjangan.
Menurutnya, persoalan stimulus tidak hanya soal angka yang lebih besar, tapi pelaksanaan yang tepat sasaran dan cepat. Ia melihat implementasi kebijakan stimulus pemerintah lambat dan tidak tepat sasaran, misalnya pelatihan online kartu pra kerja.
Turunkan Harga BBM
Muhammad Ishak Razak, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia mengatakan, data penduduk rentan miskin dan hampir miskin, kelas menengah tanggung saat ini berjumlah 66,7 juta jiwa atau 25% dari total jumlah penduduk di Indonesia.
Menuurtnya pandemic corona akan menyebabkan lonjakan penduduk miskin dan rentan miskin. Ia berharap ada campur tangan pemerintah baik pusat maupun daerah untuk menjaga tingkat kesejahteraan masyarakat di tengah situasi pandemik COVID-19 ini.
Salah satu instrumen yang bisa dijalankan oleh pemerintah adalah mengurangi beban pengeluaran masyarakat khususya masyarakat miskin dan hampir miskin, misalnya dengan menurunkan biaya konsumsi masyarakat melalui mekanisme yang dikontrol pemerintah (administered prices).
Menurutnya, harga BBM termasuk komponen pengeluaran terbesar masyarakat miskin. Namun harga BBM akan sangat berpengaruh terhadapa harga kebutuhan logistik masyarakat.
Kini harga minyak mentah terus turun hingga di bawah US$ 25 per barel. Sewajarnya harga dasar BBM di bawah RON 95 dapat turun setidaknya pada kisaran Rp 4.500- Rp5.000 per liter.
“Semestinya dalam situasi seperti ini, pemerintah dapat merevisi kembali formula penetapan harga bbm tersebut sehingga dapat membantu meringankan beban ekonomi masyarakat,” pungkasnya.
Penulis, Arief Setiyanto, Kukuh Subekti
Editor: Tori Nuariza