IslamToday ID — Pandemi Corona Virus Diseases (COVID-19) mengguncang perekonomian Indonesia. Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh perusahaan besar, namun turut ‘mencekik’, pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Tahun 1998, bahkan banyak perusahaan besar di Indonesia gulung tikar karena terpukul krisis moneter. Naiknya nilai tukar rupiah terhadap dolar jatuh. Rupiah mengalami depresiasi hingga 600 persen dalam kurun waktu kurang dari satu tahun, dari sebelumnya Rp 2.350 per dolar menjadi Rp 16.650 per dolar.
Di tengah-tengah situasi krisis moneter 1998, UMKM tampil laksana juru selamat ditengah terpuruknya perekonomian Indonesia. UMKM yang merupakan gerakan ekonomi masyarakat berskala kecil justru mampu menjadi penopang perekonomian nasional. Bahkan, ekspor produk UMKM mengalami kenaikan, saat itu nilai kenaikannya bahkan mencapai 350%.
“Pada 1998, UMKM betul-betul jadi penyelamat ekonomi dan sosial. Ketika banyak (industri) berjatuhan, ekspor UMKM justru naik 350 persen,” kata Menteri Koperasi dan UMKM (Menkop UMKM), Teten Masduki (15/4/2020).
Sandiaga Uno juga memberikan penilaian sama. Saat dihantam krisis 1998, UMKM saat itu mampu menjadi juru selamat dan tulang punggung ekonomi Indonesia dalam menghadapi krisis. Namun, kini pandemi COVID-19 tak pandang bulu. UMKM turut terdampak pandemi COVID-19.
“Berbeda dengan 1997-1998 di mana UMKM menjadi juru selamat dan tulang punggung ekonomi, saat ini, 2020, mereka terpukul karena ‘lockdown’ di tahap pertama, dampak dari larangan lalu lalang,” tutur Sandi (22/5/2020).
Mantan calon Wakil Presiden pada pemilu 2019 ini mengatakan, pandemi COVID-19 menyebabkan pelaku UMKM mengalami kerugian 50 persen hingga 70 persen. Tutupnya sejumlah UMKM juga menyumbang kenaikan jumlah penganggura sebanyak 15 juta orang.
Tidak berhenti disitu, pelaku UMKM yang selama ini masuk kategori masyarakat berpendapatan kelas menengah atau aspiring middle income class terancam menjadi kelompok rentan miskin. Populasi kelompok ini diperkirakan mencapai 37 juta orang. Oleh karena itu, Sandi meminta pemerintah untuk segera memonitor dampak yang COVID-19 terhadap UMKM, sehingga bisa segera diselamatkan.
“Bukan hanya pelonggaran bagi UMKM, tapi konsepnya ‘kapera’ alias kredit pemulihan rakyat. Ini karena tabungan mereka sudah habis dan butuh modal kerja. Jadi perlu dilihat apakah plafonnya bisa ditambah, bisa dipercepat, nanti akan tumbuh unicorn baru berbasis new normal,” tutur Sandiaga.
Arah Kebijakan Pemerintah
Berdasarkan data yang dikantongi pemerintah, jumlah UMKM di Indonesia hingga tahun 2018 mencapai 64,2 juta unit. UMKM mememgang peran vital di Indonesia, karena turut berkontribusi menyumbang PDB Indonesia hingga 60,3 persen.
Sebanyak 99 persen lapangan pekerjaan berasal dari sektor UMKM. UMKM juga mampu menyerap 97 persen dari total tenaga kerja Indonesia.
Namun, Menkop dan UMKM, Teten Masduki pada (8/5) menyebutkan bahwa wabah pandemi COVID-19 telah menghambat roda perekonomian koperasi dan UMKM. Jumlah koperasi yang terdampak oleh pandemi corona mencapai 1.785 unit. sementara UMKM yang terdampak ada sekitar 163.713 unit.
Teten menambahkan, berdasarkan survei terbaru yang dilakukan oleh beberapa lembaga dan Kementerian UMKM ada 47 persen UMKM yang terancam menutup usahanya. Problem utama yang dihadapi oleh UMKM adalah kesehatan kas, akibatnya UMKM terpaksa merumahkan para karyawannya.
“Diramalkan survei 47 persen UMKM berhenti berusaha, kami juga mencatat hal yang sama,” jelasnya (20/5/2020).
UMKM yang terdampak cukup merata, yakni meliputi pelaku UMKM di DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Bengkulu, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi utara, Sulawesi tengah, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan.
Secara umum semuanya mengeluhkan turunnya angka penjualan. Kendala lain yang dialami para pemilik UMKM adalah kesulitan memperoleh bahan baku, distribusi produk menjadi terhambat, kesulitan permodalan, dan yang terakhir produksi produk menjadi terhambat.
Di Kabupaten Lebak, pandemi COVID-19 menyebabkan 2.000 UMKM kerajinan suvenir, kain tenun, madu, golok hingga kerajinan bambu gulung tikar. Mereka menutup usahanya sejak tiga bulan lalu. Terutama, setelah sepinya kunjungan wisatawan dari Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi sejak pandemi COVID-19 menyerang Indonesia.
Presiden Jokowi pada akhir April lalu mengungkapkan lima skema penyelamatan UMKM di tengah pandemi. Skema pertama diperuntukan untuk pelaku usaha UMKM yang termasuk kategori miskin dan kelompok rentan yang terdampak Covid-19.
Saat itu, Presiden menyebutkan bahwa para pelaku UMKM yang terdampak berhak untuk dimasukan dalam kelompok penerima bansos, baik itu PKH, paket sembako, bansos tunai, BLT desa maupun pembebasan pengurangan tarif listrik dan kartu Prakerja.
Skema kedua adalah pemberian insentif pajak bagi pelaku UMKM, khususnya bagi mereka yang omzet per tahunnya dibawah Rp 4,8 miliar.
“Saya kira di sini pemerintah telah menurunkan tarif PPh final untuk UMKM dari 0,5 menjadi 0 persen selama periode 6 bulan dimulai dari April sampai September 2020,” tutur Presiden Jokowi (29/4/2020).
Skema ketiga adalah relaksasi dan restrukturisasi kredit UMKM dengan berbagai cara. Hal ini terdiri atas penundaan angsuran dan subsidi bunga penerima KUR, kredit Ultra Mikro (Umi), PNM Mekar dan Pegadaian.
Skema keempat, perluasan pembiayaan bagi UMKM berupa stimulus bantuan modal darurat kerja. Skema terakhir ialah meminta bantuan kepada kementerian, BUMN dan Pemda harus mendorong ekosistem UMKM pada tahap awal pemulihan virus Corona.
Presiden Jokowi juga mendorong para pelaku UMKM untuk mengalihkan usahanya ke dalam pasar digital. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan perilaku pembeli yang senang bertransaksi online selama pandemi Corona.
Menurut catatan pemerintah saat ini baru ada 13 persen dari 64 juta UMKM yang telah tergabung dalam transakasi pasar digital. Kali ini pemerintah menggandeng salah satu e-commerce terkenal untuk membantu pelaku UMKM.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani (18/5) mengatakan, pemerintah telah menghabiskan anggaran Rp 641,17 triliun untuk penanganan dan pemulihan ekonomi nasional. Salah satu pos yang mendapatkan porsi anggaran adalah sektor UMKM.
Subsidi bunga UMKM, dunia usaha dan masyarakat senilai Rp34,15 triliun. Insentif perpajakan UMKM senilai Rp 123,01 triliun, penjaminan kredit modal kerja baru UMKM Rp 6 triliun, dan restrukturisasi kredit UMKM Rp 87,59 triliun. Berikutnya adalah PPh Final UMKM DTP Rp 2,4 triliun.
Sementara itu, Ekonom senior INDEF, Faisal Basri menilai anggaran penyelamatan yang untuk UMKM lebih sedikit daripada suntikan dana untuk BUMN yang dilakukan melalui penyertaan modal negara (PMN) hingga dana talangan investasi. BUMN menerika suntikan dana cukup besar hingga Rp 152,15 triliun.
Faisal menguraikan tentang pembagian dana tersebut ke dalam beberapa sektor di BUMN. Misalnya Rp 25,27 triliun dibagikan untuk lima perusahaan pelat merah seperti PLN, Hutama Karya, Bahana Pembinaan Usaha Indonesia, Permodalan Nasional Madani, dan Pengembangan Pariwisata Indonesia.
Sementara Rp 94 triliun digunakan untuk bentuk pembayaran kompensasi Pertamina, PLN, dan Bulog. Selain itu pemerintah memberikan dana talangan investasi senilai Rp 32 triliun untuk Bulog, Garuda Indonesia, PTPN, Kereta Api Indonesia, Krakatau Steel, dan Perum Perumnas dengan besaran yang bervariasi.
“Anggaran penyelamatan ini lebih banyak untuk BUMN daripada UMKM. Ini gila. Ini sedang krisis, lalu PMN buat apa? Mau ekspansi (bisnis) terus?” kata Faisal Basri (20/5/2020).
Penulis: Kukuh Subekti
Editor: Arief Setiyanto