IslamToday ID – Tuntutan 1 tahun kepada para terdakwa kasus penyiraman air keras kepada penyidik KPK, Novel Baswedan, menunjukan ‘wajah’ penegakan hukum saat ini. Tuntutan jaksa dinilai janggal dan jauh dari rasa keadilan. Pasalnya, banyak kasus serupa dituntut dengan hukuman 8 tahun bahkan 20 tahun penjara.
Hal ini mendapat kritik tajam dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta). LBH Jakarta merangkum sejumlah kasus penyiraman air keras yang pernah terjadi. Tuntutan yang diajukan jaksa dan putusan pengadilan berkisar antara 8 tahun bahkan 20 tahun penjara.
Misalnya, kasus penyiraman air keras terhadap istri dan mertua di Pekalongan yang terjadi 18 Juni 2018. Jaksa menuntut terdakwa 8 tahun penjara. Namun di tahun 2020 PN Pekalongan memvonis terdakwa 10 tahun penjara.
Kemudian kasus penyiraman air keras ke pemandu lagu di Mojokertopada 5 Maret 2017. Jaksa menuntut terdakwa dengan hukuman 15 tahun penjara. Kemudian PN Mojokerto menjatuhkan vonis 12 tahun penjara.
Di Bengkulu, kasus penyiraman air keras ke suami pada Oktober 2018 dituntut hukuman 10 tahun penjara. Kasus ini berakhir dengan jatuhnya vonis PN Bengkulu 12 tahun penjara. PN Bengkulu juga pernah memvonis kasus penyiraman air keras terhadap suami hingga tewas oleh para premen. Terungkap kasus ini di dalangi oleh istri korban. Lalu jaksa menuntut dalang kejahatan ini dengan hukuman 20 tahun penjara dan PN Bengkulu mengabulkan tuntutan itu.
“Mengapa pelaku penyiraman air keras ke Novel Baswedan hanya dituntut 1 tahun penjara? Sedangkan pada kasus serupa bisa mencapai 8 tahun bahkan sampai 20 tahun. Padahal ini kasus besar (high profile) yang para terdakwanya merupakan anggota polisi aktif,” ujar LBH Jakarta dalam akun titternya, Jum’at (12/6/2020)
Peyidik senior KPK, Novel Baswedan mempertanyatakan penegarakan hukum yang di bangun Presiden Jokowi. Sebab, proses persidangan kasus peyiraman air keras yang dialami Novel penuh kejanggalan, bahkan jauh dari rasa keadilan.
Proses hukum atas penyerangan yang dialami Novel sudah berjalan tiga tahun. Namun, perjalanan mencari keadilan itu justru dibayar dengan ‘penghinaan’. Tersangka dalam kasus ini hanya dituntut 1 tahun penjara. Padahal, akibat penyerangan itu Novel harus kehilangan sebelah mata untuk selamanya.
“Pak Presiden Jokowi, proses penegakan hukum hingga tuntutan 1 tahun thd penyerang saya, apakah seperti itu penegakan hukum yg bapak bangun,” ujar novel melalui akun twitternya, Sabtu (13/6/2020).
Novel juga turut mempertanyakan, apakah tututan ringan kepada para tersangka merupakan buah dari rekayasa hukum. Ia meminta agar presiden Jokowi segera merespon persoalan ini.
“atau ini ada rekayasa/masalah dibalik proses itu? Sebaiknya bapak merespon agar ini jelas…” imbuh Novel.
Sebelum itu, Novel juga sempat melontarkan kekecewaannya. Sebagai penyidik KPK yang sehari-hari bertugas memberantas mafia hukum dengan UU Tipikor, justru menjadi menjadi korban praktek hukum yang lucu.Kasusnya, diperlakukan lebih rendah dari pada orang yang menghina presiden Jokowi.
“Selamat atas prestasi aparat bapak. Mengagumkan,”sindir Novel, Jum’at (12/6/2020)
Ringanya tuntutan jaksa terhadap kasus Novel dianggap telah melukai rasa keadilan masyarakat. Warganet pun akhirnya beramai-ramai ‘mengingatkan’ Presiden Jokowi. Rekaman wawancara Presiden Jokowi bebrapa jam setelah Novel mengalami penyerangan air keras kembali viral.
Dalam wawancara tangal 11 April 2017 itu, presiden Jokowi menilai penyerangan terhadap novel merupakan tindakan brutal. Ia juga memerintahkan kepada Kapolri untuk mencari pelaku. Presiden Jokowi juga menegaskan agar orang-orang yang memiliki prinsip teguh dilukai dengan cara-carayang tidak beradab.
“Itu tindakan brutal yang saya mengutuk keras. Dan saya perintahkan kepada Kapolri untuk dicari siapa (pelakunya)” tegas Jokowi
Faktanya, penanganan kasus ini penuh kejanggalan. Termasuk tuntutan jaksa yang begitu ringan, jauh dari vonis-vonis yang pernah dijatuhkan sejumlah pengadilan negeri yang memutus kasus serupa. Beginikah rupa keadilan hukum di Indonesia?
.
Penulis: Arief Setiyanto